KATA PENGANTAR
Mendengar
kata panggilan secara otomatis kita berpikir mengenai Imamat atau hidup
membiara. Dengan demikian sering mengartikan Panggilan sebagai cara hidup
religius. Pada kenyataanya Tuhan memanggil banyak orang dengan berbagai misi tertentu.
Dari kenyataan ini memikat saya untuk setia akan Panggilan. Sesuatu istimewa
saya dapatkan. Dapat bergabung dengan banyak teman dari berbagai daerah
berbeda. Mendengar sharing dari banyak teman mendorong saya untuk mau
mengartikan panggilan menjadi sesuatu ”plural”. Rupanya tujuan kami masuk
Seminari bukan hanya ingin menjadi Imam yang menggembalakan umat, ingin menjadi
Imam dengan profesi guru, menjadi Imam dengan profesi seni, bahkan ada yang
ingin menjadi katekese. Sangat dibenarkan ”Banyak jalan untuk mengikuti Yesus”,
menjadi Imam adalah salah satunya. Kedatangan saya diSeminari ingin menjadi
Imam berekarakter. Tentunya tidak mudah mewujudkan impian ini. Selain itu harus
melibatkan banyak orang untuk mencapai garis akhir. Pada kesempatan ini saya
mengucapkan terima kasih kepada:
Rm.
Bernadus Winuryanto, Pr
Rm.
Antonius Suwahyo, Pr
Rm.
Marten Wela, O.Carm
Rm.
Yustinus Dwiyanto, O.Carm
Rm.
Petrus Pahala, O.Carm
Fr.
Vidi, Pr
Fr.
Dimas Setyawardana, Pr
Fr.
Kartolo, O.Carm
Fr.
Willi, O. Carm
Semua
Saudara-saudariku yang terlibat dalam proses Formatio.
Mereka sangat berperan dalam diri
saya. Hanya rasa cinta yang mampu menyatukan mereka dan saya. Mereka selalu
mewarnai jalan panggilan yang indah dan membara ini. Saya juga menghaturkan
puji dan syukur kepada Tuhan atas uluran tanganya sehingga refleksi ini dapat
terselesaikan. Refleksi ini dapat terselesaikan juga berkat pendampingan mereka
semua. Lewat refleksi ini saya akan mengungkap semua kehidupan saya di tahun
yang ke tiga. Refleksi ini berisikan “Bunga Rampai” selama menempuh masa
formatio di Seminarium Marianum K.Malang. semoga refleksi ini dapat mendorong
saya melangkah kedepan dan memotivasi para pembaca untuk tergerak mendalami
makna dan arti panggilan sesunguhnya. Amin.
DAFTAR ISI
Cover.........................................................................................................................
Pengesahan
Formator................................................................................................
Kata
Pengantar.........................................................................................................
Daftar
Isi...................................................................................................................
BAB I AWAL
DATANGNYA PANGGILAN
**Sejarah
Panggilan......................................................................................
**Tujuan
Masuk Seminari............................................................................
BAB II BUNGA
RAMPAI
Refleksi I Hidup Adalah Sebuah
Proses......................................................
Refleksi
II Dunia Dibagi Tiga......................................................................
Refleksi
III Expo Panggilan Paroki Maria Bintang Samudera Situbondo..
Refleksi
IV Doa Dan Senyum.....................................................................
Refleksi
V Hidup Bijak Dalam komunitas Seminari...................................
Refleksi
VIKategori Dan Pandangan Hidup Seminaris..............................
Refleksi
VIILima Bejana sebagai dasar Menanggapi Panggilan...............
Refleksi
VIIILive In Paroki Curahjati- Banyuwangi Selatan.....................
Refleksi
IX Melihat Dan Menjalani Resiko Secara Global.........................
Refleksi
X Membangun Identitas Diri.........................................................
Refleksi
XIMenguak Disiplin, Perhatian, Dan Respek...............................
Refleksi
XIIMenguak Doa Dan Kaitanya Dengan Panggilan.....................
Refleksi
XIII Tidak Ada Waktu Yang Terbuang.........................................
Refleksi
XIVRetret Seminarium Marianum Di Sawiran............................
Refleksi
XVYouth Cristian Caracter Building............................................
Refleksi
XVI Temu Seminari Regio Jawa-Bali 2011..................................
Refleksi
XVII Tujuh Pilar
Kehidupan.........................................................
Refleksi
XVII
Puisi......................................................................................
BAB III
PERMENUNGAN DAN MAKNA..........................................................
BAB IV KONSEP DAN TUJUAN KE
DEPAN....................................................
BAB V PENUTUP...................................................................................................
BAB I
AWAL DATANGNYA
PANGGILAN
Sejarah Panggilan
Awal mula ketertarikan menjadi Imam tertanam sejak kecil.
Ketika SD saya begitu senang melihat Pastor paroki memimpin perayaan Ekaristi.
Seringkali orang tua saya Bertanya-tanya mengenai Cita-cita saya, dengan polos
menjawab ingin menjadi Imam. Tentunya pemikiran saya waktu itu masih belum
pasti. Selama menempuh pendidikan SD saya sangat senang dengan mata pelajaran
Agama, pertanyaan serupa saya alami disekolah, Pak guru bertanya tentang
Cita-cita saya. Jawaban polos kembali saya ungkap, saya ingin menjadi Imam.
Saat itu saya belum mengetahui seluk beluk
panggilan. Namun ketika kelas 6 SD saya sedikit mengetahui bahwa proses
pembinaan calon Imam sangat lama dan rumit. Sempat muncul dalam benak saya,
ingin menjadi pelayan Tuhan harus Benar-benar mempersiapkan diri dengan
sungguh.
Tidak terasa masa SD telah terlalui begitu cepat. Niatan
menjadi Imam masih ada. Setelah lulus SD saya melanjutkan di SMP PGRI 1
Kalipare-Malang. Dalam proses sosialisasi saya menemukan banyak teman mempunyai
karakter berbeda satu dengan yang lain. Disitu pula saya harus berhadapan
dengan Teman-teman”Nakal”,
disitu saya tidak bisa menahan diri. Saya sempat terpengaruh rokok selama dua tahun, memang saya tidak bisa lepas dari Teman-teman karena mereka adalah sahabat dekat. Itulah salah satu penyebab saya ikut menggunakan rokok, dalam perjalan waktu saya berpikir mengapa saya mengikuti Hal-hal yang tidak baik, jika hal tersebut saya lanjutkan pasti saya akan rugi sendiri. Saat itu juga saya merenung dan merefleksikannya, dari apa yang telah saya renungkan saya mendapatkan gambaran ”Bahwa hidup itu adalah Film yang terbaik, bila hidup ini saya Sia-siakan pasti tidak mempunyai guna”. Pengalam tersebut semakin meneguhkan niatan saya masuk Seminari, dilain sisi saya selalu berdoa agar Tuhan memberikan jalan yang terbaik untuk masa depanKu kelak.
disitu saya tidak bisa menahan diri. Saya sempat terpengaruh rokok selama dua tahun, memang saya tidak bisa lepas dari Teman-teman karena mereka adalah sahabat dekat. Itulah salah satu penyebab saya ikut menggunakan rokok, dalam perjalan waktu saya berpikir mengapa saya mengikuti Hal-hal yang tidak baik, jika hal tersebut saya lanjutkan pasti saya akan rugi sendiri. Saat itu juga saya merenung dan merefleksikannya, dari apa yang telah saya renungkan saya mendapatkan gambaran ”Bahwa hidup itu adalah Film yang terbaik, bila hidup ini saya Sia-siakan pasti tidak mempunyai guna”. Pengalam tersebut semakin meneguhkan niatan saya masuk Seminari, dilain sisi saya selalu berdoa agar Tuhan memberikan jalan yang terbaik untuk masa depanKu kelak.
Di SMP saya ikut aktif kegiatan Gereja, rasanya kalau
satu kali tidak hadir seperti ada sesuatu yang mengganjal. kegiatan yang saya
ikuti ialah: PPA, Legio Maria, MUDIKA, Doa kelompok lingkungan, dan Ekaristi
setiap hari minggu. Berawal dari sini saya merasakan getaran panggilan. Ketika
misdinar banyak hal saya amati dari awal hingga akhir, begitu indah hidup
menggereja dan menjadi indah bila saya bisa memimpin perayaan Ekaristi. Saat
itu saya sangat dekat dengan pastor paroki, karena dia amat baik serta
bijaksana. Dari situ Pastor Paroki juga mengarahkan saya menjadi calon Imam
masa depan. Dia begitu perhatian dan terus mengarahkan saya akan agungnya
panggilan Tuhan.
Ketika Pastor paroki datang kerumah saya, dia bertanya
setelah lulus SMP kamu mau sekolah dimana. Saya menjawab, saya ingin masuk
Seminari namun orang tua hanya mampu membiayai sekolah di SMK Muhamadyah Donomulyo-Malang atau ke
SMA Taman Siswa Donomulyo-Malang. Dilain sisi orang tua saya tidak mengijinkan
masuk Seminari. Disinilah kendala masuk Seminari. Saya harus bisa menerima kenyataan
ini, karena saya tidak mungkin memaksa orang tua untuk berbuat lebih. Dalam
percakapan Pastor paroki memutuskan untuk membantu saya masuk Seminari, namun
konsekuensinya saya harus Benar – benar niat dan setia dalam menempuh masa
Formatio. saya sangat bersyukur dan berterima kasih karena Tuhan memberikan
jalan terbaik untuk saya.
Dihri berikutnya ketika Pastor paroki datang kerumah saya
dan memberi tahu bahwa akan ada Testing
masuk Seminari. Dia bertanya pada saya, kamu mau ikut Testing gelombang berapa,
Saya menjawab terserah Romo, lalu dia berkata kepada saya bahwa saya harus
fokus terlebih dahulu pada ujian Nasional. Saya diberi tawaran untuk testing
setelah ujian Nasional. Saat itu hati saya sangat senang karena impian saya
terjawab. Setelah tiba testing masuk Seminari Pastor paroki memberi tahu agar
saya mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Rencananya saat testing saya
akan diantar Pastor paroki, namun dia tidak bisa mengantar saya karena mau cuti
ke Sumatra. Pastor paroki juga meninggalkan surat pengantar untuk dibawa ke
Seminari.
Ketika mau berangkat testing bapak saya sakit dan tidak
bisa menghantarkan saya ke Seminari. Pada saat itu kakak Fr.happy,O.carm yang
menghantarkan saya ke Seminari. Disitulah Tuhan sungguh berkarya dalam diri
saya secara utuh. Setibanya diSeminari saya dihadapkan dengan Para Seminaris
dan Formator, disitu banyak hal yang harus saya selesaikan, Saya langsung
bergabung dengan para Seminaris, disitu saya memperkenalkan diri kepada mereka.
Saya mengikuti testing selama dua hari, ada juga kesulitan saat saya Testing.
Saya harus wawancara dan mengerjakan Soal-soal yang telah disediakan, memang
sangat sulit bagi saya yang baru beradaptasi dengan model pendidikan Kota. Puji syukur Testing berjalan dengan baik dan
dapat saya lewati sekalipun banyak kesulitan. Setelah testing selesai saya di
beri amplop, tidak tahu apakah diterima atau tidak, namun saya tetap berpikir
positif bahwa dan pasti diterima.
Saat pulang hujan sangat lebat dan terpaksa harus pulang, karena besok ada ujian sekolah.
Saya dihantar oleh Romo Marthen, kebetulan dia mau merayakan Ekaristi di
lumajang. Sampainya diterminal puji syukur saya langsung mendapat bus jurusan
Malang, setelah diMalang puji syukur saya langsung mendapat bus jurusan Blitar.
Suatu kasih yang saya terima sehingga bisa pulang. Ternyata peranan Allah
sangat penting dalam peristiwa yang saya jalani. Sesampai dirumah saya membaca
surat di amplop yang isinya memberitahukan bahwa saya diterima diSeminarium
Marianum K.Malang. Saya masuk pada bulan juli. Saya tidak bisa berucap satu
katapun dan saya kembali berterima kasih karena Tuhan membuka jalan bagi saya.
Demikianlah sekilas mengenai sejarah Panggilan saya.
Tujuan Masuk Seminari
“Bukan
kamu yang memilih Aku!
Tetapi
akulah yang memilih kamu!
Dan
aku telah menetapkan kamu,
Supaya
kamu pergi
Dan
menghasilkan buah dan buahmu tetap,
Supaya
apa yang kamu minta kepada Bapa
Dalam
namaku diberikan kepadamu
Inilah
perintahku kepadamu
Kasianilah
seorang akan yang lain”.
Sepintas cuplikan injil yang
mendasari tujuan awal masuk Seminari. Rasa cinta, keinginan menjadi baik,
berbelas kasih, murni, mengampuni dan keinginan menjadi pribadi baik merupakan
tujuan pokok masuk Seminari. Pengalaman yang menajubkan dan panjang menyadarkan
saya, bahwa Tuhan secara pribadi mencintai
dan ingin dan ingin mengarahkan saya sebagai calon Imam masa depan.
Tuhan Benar-benar menaruh rasa cinta kepada saya, sehingga boleh menapaki
Panggilan. Dalam arti yang sesungguhnya Panggilan merupakan ajakan untuk
menjawab cinta kasih Tuhan dan kesanggupan menerima tuntutan cinta kasih Tuhan
yang bermakna, “Ikut menanggung Salib”. Bila dikaitkan dengan tujuan awal saya
masuk Seminari, saya secara langsung menjalin hubungan dengan dan dalam
semangat Kristus, berarti mencinta, juga berarti sadar akan cinta kasih Allah,
dan menyalurkan daya kekuatan Allah kepada orang lain dengan dengan tanggapan
penuh cinta, penuh syukur kepada sang kekasih Ilahi.
Sebagai rasa cinta kepada Tuhan saya
memperbesar keinginan saya menjadi Calon Imam. Memang banyak jalan mengikuti
Tuhan, bagi saya jalan yang paling mantap yaitu “Mengikuti Yesus dengan cara
menjadi seorang Imam”. Hati saya semakin mantap karena Roh Tuhan ada padaku
sebab Tuhan mengurapi aku untuk mewartakan kabar gembira kepada orang menderita
dan sengsara ( Yes 61 ). Bayangan untuk kedepan masih terlihat sinarnya.
Sebagai manusia biasa saya dituntut memperbaharui dan dan melaksanakan tujuan awal masuk Seminari.
Sesungguhnya. Tujuan merupakan jembatan yang mengarahkan saya ketika berjalan.
Tujuan masuk Seminari bukanlah sebuah hal yang saya Buat-buat, melainkan niatan
awal menuju jalan terbaik. Saat tujuan itu saya pilih sebagai patokan saya
secara tidak langsung mensugesti bahwa banyak tantangan serta badai yang akan
datang. Kendati demikian Tuhan pasti tetap memantapkan tujuan saya melalui Doa
dan Pembinaan. Beberapa hal sering saya ucapkan sebagai dasar memperkuat tujuan
saya dalam realita:
“ Aku ingin mengabdi Tuhan seumur
Hidup”.
“ Aku ingin membantu orang yang
menderita”.
“ Aku ingin menjadi Misionaris”.
“ Aku ingin mengabdikan pada dia
dalam Doa dan Pelayanan”.
“ Aku ingin membantu mengembangkan
kerajaan Allah”.
Tujuan
yang selama ini tidak saya sadari, sebagai manusia biasa dituntut untuk
mematangkan intelektual maupun dalam hal emosional karena Hal-hal tersebuat
akan membantu merealisasikan tujuan saya. Seiring berjalanya waktu dikit demi
sedikit muncul keinginan melakukan kehendak Tuhan. Saya juga berusaha
menyisihkan pengalaman saya yang paling menarik dan saya simpan demi
terealisasinya kehendak Tuhan. Memang mencapai semua itu harus berani mengambil
resiko, menghadapi “ hal yang tidak saya kenal” serta meninggalkan orang-orang
yang tercinta serta sanak saudari . harapan saya masuk Seminari juga ingin
mencari peneguhan rohani. Tentunya tuntutan kedepan sangat besar, agar bisa
berjalan mulus maka saya harus mau terbuka secara utuh kepada pembimbing
rohani. Tujuan saya masuk seminari juga didukung keinginan menghayati Doa dalam
hidup.
Secara sadar saya dituntut sebisa mungkin
menjalin hubungan (interaksi) dengan Saudara-saudara sepanggilan. Otomatis bila
saya tidak mampu menjalin hubungan dengan baik, saya akan kecewa serta membawa
pada perpecahan, dilain sisi hidup Doa dan komunitas akan menjadi berat. Begitu
banyak tujuan yang saya tanam tentunya banyak pula konsekuensi yang harus saya
tanggung nantinya , disinilah kebenaran tujuan saya ditantang dan diteguhkan.
satu hal yang berat bagi saya yaitu, seberapa besar cinta yang saya taruh dalam
menempuh hidup panggilan?. Kiranya semua yang menjadi harapan dapat saya pakai
sebagai tolok ukur partisipasi dan kesetiaan akan janji janji yang telah saya
ucapkan ketika awal masuk Seminari. Hanya satu kata terucap dalam benak saya,
saya amat mencintai Enggkau ya Tuhan dan Panggilan kudus yang enggkau berikan
pada hambamu ini. “Jagalah panggilan, perihalalah maka panggilan akan menjaga
dan memelihara setiap kamu melangkah”.
BAB
II
BUNGA
RAMPAI
Refleksi
I
Hidup
Adalah Sebuah Proses
Hari
pertama
Tanggal 27-29 Februari 2012 seminarium
marianum Keuskupan Malang mengadakan kegiatan sosial ekonomi. Tujuan kegiatan
sosial ekonomi membentuk pribadi berkarakter sederhana. Artinya mampu menerima
situasi saudara-saudari yang miskin. Pengertian miskin mencakup banyak hal,
antara lain miskin jasmani, rohani, materi, dan lain sebagainya. Diharapkan
setiap seminaris mampu memaknai serta mengambil inspirasi dari setiap
peristiwa.
Saya tugas di kota Malang bersama
tiga teman seminaris, yaitu Karolus, Krisna, dan Juventus. Sebelum berangkat,
dalam satu komunitas sosial ekonomi berdoa di depan patung Bunda Maria mohon perlindungan dan keselamatan. Saya
mempunyai pemikiran bahwa kegiatan sosial ekonomi menyenangkan. Bermodalkan
suara serak-serak basah, saya dan tiga teman seminaris berangkat untuk
merasakan hidup baru.
Untuk uji mental saya dan tiga teman
seminaris mulai menjual suara (ngamen) di pertokoan menuju arah terminal kota
Probolinggo. Hasilnya baik, saya dan tiga teman seminaris tidak malu menjual
suara (ngamen). Banyak orang merespon positif dengan memberi senyuman dan uang
receh. Tidak terasa hari semakin siang dan matahari semakin terik.
Saya dan tiga teman seminaris
sepanjang perjalanan mencari tumpangan, mengingat hari semakin siang dan
perjalanan masih jauh. Syukur kepada Allah di lampu merah dekat terminal kota
Probolinggo, ada orang Madura bersedia memberi tumpangan sampai Nguling.
Sepanjang perjalanan menuju Nguling, saya tersenyum senang. Sesampainya di
Nguling, saya dan tiga teman seminaris berjalan menuju kabupaten Pasuruan. Di
kabupaten Pasuruan, saya dan tiga teman seminaris tidak menjual suara (ngamen).
Mengingat jumlah pengamen kabupaten Pasuruan sangat banyak dan ada yang
menguasainya. Perjalanan semakin lama semakin jauh, saya capek, haus, dan
lapar. Saya ingin menyerah, tetapi sudah terlanjur menjalaninya.
Dari jarak pandang jauh terlihat
masjid, saya berjalan cepat dan segera menghampirinya. Saya membasuh muka dan
minum air hingga puas. Terasa cukup, saya dan tiga teman seminaris melanjutkan
perjalanan. Tidak terlalu jauh meninggalkan masjid, ada orang memberi tumpangan
sampai terminal kota Pasuruan. Orang itu memberi tumpangan di dasarkan rasa
kasihan dan ingin membantu. Namun saya mengeluh, karena matahari terik dan
macet panjang. Sesampainya di terminal kota Pasuruan, saya dan tiga teman
seminaris berjalan lagi menuju pusat kota Pasuruan, dan berharap ada orang
bermurah hati memberikan tumpangan. Tidak lama kemudian ada tronton besar
menghampiri dan orang yang mengemudikan memberikan tumpangan. Dengan rasa takut,
saya dan tiga teman seminaris naik tronton. Saya mengalami kesulitan untuk naik
tronton dan harus melalui tiga tahap untuk sampai di bak tronton. Saya baru
pertama kali naik tronton. Tronton berjalan cepat dan tidak bisa berhenti
sesuai dengan harapan, karena sebelumnya tidak ada konfirmasi lanjut. Puji
syukur ada lampu merah, saya dan tiga teman seminaris segera turun dari
tronton. Tanpa mengucap terima kasih kepada sopir, saya dan tiga teman
seminaris meninggalkan lampu merah dan melanjutkan perjalanan.
Saya dan tiga teman seminaris
melepas lelah dan membeli minum di depan perusahaan konveksi. Sambil melepas
lelah, saya menikmati wajah cantik salah satu pekerja konveksi. Karena jumlah
uang berkurang untuk membeli minum, saya dan tiga teman seminaris menjual suara
(ngamen) lagi sambil menikmati perjalanan menuju kota Malang. Syukur kepada
Allah dalam kondisi capek ada orang yang menumpangi sampai Lawang-Malang. Saat
itu hujan lebat, saya kedinginan, capek, haus, dan lapar. Andai kata tidak ada
orang yang peduli, saya dan tiga teman seminaris kehujuanan di jalan.
Sesampainya di Lawang, saya dan tiga teman seminaris berjalan menuju jembatan
layang Malang.
Krisna salah satu anggota kelompok
saya terpeleset dan jatuh. Dia mengalami kesakitan di bagian pinggang dan
sempat terdiam beberapa menit. Dirasa mampu melanjkutkan perjalanan, saya dan
tiga teman seminaris menatap ke depan dan berjalan. Karena hujan semakin deras,
saya dan tiga teman seminaris berteduh di pos Polisi Militer Lawang-Malang.
Selang beberapa menit berteduh, saya dan tiga teman seminaris diminta untuk
meninggalkan pos oleh seorang Tentara.
Orang-orang berjualan makanan di
depan pasar Lawang sangat ramai. Saya dan tiga teman seminaris memanfaatkan
situasi untuk menjual suara, hasilnya sangat memuaskan. Seusai menjual suara,
saya dan tiga teman seminaris melanjutkan perjalanan. Di dekat rumah sakit
“siti mariam”, saya dan tiga teman seminaris menikmati mie kremes dan minum
untuk menahan lapar . karena hari
sudah malam dan hujan, saya dan tiga teman seminaris memutuskan untuk naik
angkot menuju jembatan layang kota Malang, untuk melepas lelah dan tidur.
Saya menyempatkan diri untuk mohon
perlindungan pada Tuhan untuk istirahat malam ini, supaya siap menyambut
kedatangan Tuhan. Saya tidak bisa tidur, karena jembatan layang ramai dengan
hiruk pikuk kendaraan bermotor. Malam semakin larut, suhu dingin dan banyak
nyamuk. Saya hanya membawa satu helai sarung dan satu pasang kaos kaki untuk
melindungi tubuh.
Dari pengalaman hari pertama saya
merasa tidak berdaya, karena sepanjang hari ini Tuhan menolong saya, melalui
orang yang saya jumpai. Tanpa pertolongan Tuhan, saya tidak akan samapai di
kota Malang dengan selamat. Namun saya belum puas dan masih menuntut lebih,
anehnya Tuhan masih sabar dan tidak berhenti menolong saya. Sebagai seorang
seminaris saya diarahkan untuk membuka hati. Karena sepanjang hari ini Tuhan
mengetuk pintu hati saya tetapi saya tidak membukanya (tidak menghiraukan).
Saya sibuk dengan rasa tidak puas dan keluhan. Sudah saatnya saya merubah sikap
yang tertutup menjadi terbuka untuk Tuhan dan sesama.
Hari
kedua
Hari ini saya dan tiga teman
seminaris bangun jam empat pagi, terdengar suara adzan sangat keras. Saya
menyempatkan diri bersyukur kepada Tuhan atas nafas kehidupan baru dan indahnya
pagi. Banyak orang berbondong-bondong menuju masjid di tengah dinginya pagi.
Saya dan tiga teman seminaris juga datang menuju masjid bukan untuk doa, tetapi
membasuh muka dan minum. Saya sempat bertanya dengan diri saya sendiri, apakah
hidup rohaniku sudah saya olah dengan baik atau belum.
Saya dan tiga teman seminaris
berjalan menuju terminal Arjosari membeli “roti goreng” untuk sarapan pagi.
Maklum anak jalanan hanya bisa membeli “roti goreng”, sambil menunggu
menyingsingya matahari saya dan tiga teman seminaris menikmati "roti
goreng”. Tidak terasa hari sudah cerah, saya dan tiga teman seminaris berjalan
menyusuri kota Malang untuk mengais rejeki. Uang-uang rejeh hasil menjual suara
saya kumpulkan sambil menikmati indahnya kota Malang. Setiap pedagang makanan
dan pertokoan saya singgahi, mereka menerima dengan baik dan merespon positif.
Lagu-lagu sederhana mereka nikmati sambil melakukan aktivitas-aktivitas. Tidak
terasa hari sudah siang, perjalanan sudah jauh. Salah satu teman seminaris
yaitu Karolus mengajak menjual suara di sebuah rumah bakso, tidak lama kemudian
ibu Karolus muncul dan menyambut dengan riang. Saya dan tiga teman seminaris
masuk, disitu bersih diri dan santap siang. Seusai santap siang, saya dan tiga
teman seminaris menjual suara di perkampungan. Perkampungan tersebut sangat
padat, disitu saya dan tiga teman seminaris mendapat hasil yang memuaskan.
Karena sudah berjam-jam ngamen, saya dan tiga teman seminaris tidur si Graha
Santa Malang. Terasa cukup dan badan segar kembali, saya dan tiga teman
seminaris ngamen di pertokoan China dan duduk di depan Carrefour
Blimbing-Malang. Saya dan tiga teman seminaris menikmati mentari sore sambil
menunggu datangnya malam. Kira-kira jam tujuh malam, saya dan tiga teman
seminaris menjual suara di tempat orang-orang berjualan makanan (nasi goreng,
mie ayam, bakso, dll). Saya sangat terkesan ketika ada pasangan suami istri,
pasutri ini menginginkan agar saya dan tiga teman seminaris menyanyikan lagu
dengan durasi lama. Pasutri tersebut sangat menghargai kedatangan saya dan tiga
teman seminaris. Malam ini hasilnya sangat memuaskan. Hari semakin malam, saya
dan tiga teman seminaris kembali ketempat peristirahatan, di jembatan layang
kota Malang.
Malam ini, saya dan tiga teman
seminaris tidak makan malam. Untuk menahan rasa lapar saya dan tiga teman
seminaris membeli gorengan bakso. Saya tidak kenyang makan gorengan bakso,
paling tidak perut sudah ada isinya. Seusai makan gorengan bakso saya
membaringkan diri dan tidur. Seperti biasanya, sebelum tidur saya mohon
perlindungan dan keselamatan istirahat malam ini.
Saya menemukan banyak pengalaman
hari ini. Saya diajak untuk berjuang, menerima kondisi dan situasi yang ada,
dan mau menjalani hidup dengan setia. Ada pepatah mengatakan waktu adalah
kesempatan, andai kata hari ini saya tidak menggunakan waktu dengan baik maka
hari ini akan berlalu begitu saja. Melalui pengalaman hari ini pula, Tuhan mau
memperlihatkan bahwa hidup itu sulit dan butuh keseriusan, kepekaan, serta
kesetiaan. Oleh karena itu saya diminta berjuang dahulu dan nanti Tuhan yang
akan menyempurnakan.
Hari
ketiga
Hari ini saya dan tiga teman
seminaris akan kembali menuju seminarium marianum Keuskupan Malang. Saya dan
tiga teman seminaris bangun jam empat pagi, lalu datang ke masjid untuk
membasuh muka dan minum. Di tengah gelapnya padi dengan hiasan lampu kendaraan
bermotor, saya dan tiga teman seminaris mencari tumpangan di lampu merah. Saya
dan tiga teman seminaris menunggu dua jam penuh, setelah dua jam ada orang yang
menumpangi sampai pertigaan menuju Batu-Malang. Sesampainya disana dan selang
beberapa menit kemudian, saya dan tiga teman seminaris mendapat tumpangan lagi
sampai kabupaten Pasuruan. Sesampainya di kabupaten Pasuruan saya dan tiga
teman seminaris berjalan lima koli meter menuju kota pasuruan. Ditengah
perjalanan ada seorang pemuda memberikan tumpangan, sekalipun jaraknya tidak
terlalu jauh tetapi sudah sangat membantu. Tidak terasa hari semakin siang dan
panas. Badan saya capek dan lapar, karena pagi tadi tidak sarapan. Saya hanya
bisa menahan diri dan sabar. Saya sempat berfikir untuk naik bus karena badan
lemas, haus, dan lapr.
Tidak berhenti demikian, Tuhan
memberikan pertolongan di tengah saya dan tiga teman seminaris putus asa. Ada
seorang bapak mau menuju Surabaya dan bersedia memberikan tumpangan sampai kota
Pasuruan. Saya sangat lega dan bersyukur. Andai kata Tuhan tidak memberikan
pertolongan, mungkin saya sudah rebah di perjalanan. Saya dan tiga teman
seminaris melanjutkan perjalanan menuju terminal Pasuruan, jaraknya sangat jauh
dan tidak ada satu orang pun mau memberikan tumpangan. Berulangkali saya dan
tiga teman seminaris istirahat untuk melepas lelah. Sesampainya di terminal
pasuruan saya dan tiga teman seminaris istirahat sejenak, ketika melanjutkan
perjalanan salah seorang dari anggota kelompok yaitu Krisna tidak kuat lagi.
Melihat kondisi yang semacam itu, saya dan tiga teman seminaris memutuskan
untuk naik bus menuju terminal Probolinggo. Sesampainya di terminal
Probolinggo, dengan sisa tenaga saya dan tiga teman seminaris berjalan menuju
seminari.
Pengalaman hari ini berbicara
tentang komitmen. Dikala saya mengalami patah semangat, Tuhan meminta kepastian
apakah saya mau lanjut atau mundur. Melanjutkan komitmen sangat sulit sedangkan
mundur dari komitmen sangat mudah. Saya hari ini diminta tegas dan berjuang
mencapai tujuan. Berani meninggalkan rasa patah semangat, capek, emosi, dan
lapar. Ada pepatah mengatakan rasa manis timbul karena ada rasa pahit. Sudah
saatnya saya berani menjalani pahitnya hidup dan menikmatinya sebagai bagian
dari kehidupan.
Pemaknaan
Hidup adalah sebuah proses dikatakan
berhasil apabila saya mampu melewati beberapa tahap, dari yang rendah sampai
yang tinggi. Demikian pula untuk mencapai suatu tujuan harus melalui proses dan
tidak bisa didapatkan secara instan. Selama tiga hari hidup di jalan saya
diajak untuk menghilangkan budaya instan dan mempersiapkan diri secara sungguh.
Saya diajak untuk menghargai proses kehidupan dan nilai perjuangan yang ada
didalamnya.
Refleksi
II
Dunia
Dibagi Tiga
Secara sederhana dunia dibagi tiga.
Bagian atas yaitu ilahi dengan dasar kasih. Bagian tengah yaitu manusia dengan
dasar cinta. Bagian bawah yaitu binatang dengan dasar nafsu. Pada dasarnya
kasih itu memberi dan tidak mengharapkan balasan. Sedangkan cinta itu memberi
dan mengharapkan balasan. Dan nafsu itu memberi tetapi “menuntut” balasan.
Panggilan hidup saya dan dunia
dibagi menjadi tiga dan mempunyai hubungan erat. Saya secara khusus dibina,
digembleng, dididik, dan dipersiapkan dalam waktu yang lama agar saya menjadi
“orang” yang mampu memilah dan memilih dunia atas, tengah, atau bawah. Memang
terasa tidak nyaman, tetapi itu adalah dasar untuk masa depan saya.
Memilih hidup bagian bawah sangat
mudah dan tidak perlu diajari. Tetapi memilih hidup bagian atas butuh
perjuangan, kemauan, dan niat. Hidup memanga adalah pilihan, mau baik atau
buruk. Tetapi saya harus ingat bahwa Tuhan datang pada kehidupan tengah,
menjadi serupa dengan manusia, agar manusia terangkat menjadi ilahi.
Melihat kondisi saya saat ini, saya
ada pada kehidupan tengah dan kehidupan bawah. Hal ini mau mengatakan bahwa
saya masih bergumul dalam dosa. Banyak sekali tanda-tanda yang terlihat, saya
sering emosi, maki, iri hati, egois, dan suka balas dendam. Tindakan ini masih
saya rasakan dan saya lakukan hingga sekarang. Melihat kondisi pribadi semacam
ini, saya harus berusaha untuk berubah, sekalipun sulit.
Kalau saya masih bergulat dengan
dunia tengah dan bawah, masa depan saya akan buram. Saya akan terus berusaha
hidup ilahi, melalui doa maupun tindakan konkrit sederhana yang dapat saya
lakukan untuk diri sendiri dan orang lain. Amin
Refleksi
III
Expo
Panggilan Paroki Maria Bintang Samudera Situbondo
Yoh 6:60-69 (S. Petrus Chanel, S.Louis Mariae
Grignion de Monfort)
“Mulai dari waktu itu banyak
murid-muridnya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti dia.”
Yoh 10:11-18 (Hm. Panggilan Sedunia)
“Akulah gembala yang baik.”
Hari ini Sabtu, 28 April 2012
tepatnya Pkl 09.00 WIB saya beserta rombongan berangkat mengikutu expo
panggilan di paroki Situbondo. Tepat Pkl 12.00 WIB saya dan rombongan tiba di
Situbondo. Saya dan rombongan menyalami pastor paroki dan panitia expo
panggilan. Tanpa menunggu lama, saya dan
rombongan meninjau lokasi stan (pameran) dan segera mengerjakanya. Setelah
selesai saya beserta rombongan istirahat, sambil menunggu bapak dan ibu semang.
Tepat Pkl 16.30 WIB, saya dijemput
seorang ibu. Kebetilan saya satu kelompok dengan dua frater (SVD dan BHK), kami
tidak dihantar kerumah ibu, tetapi mampir dan makan bakso dahulu di sebuah
rumah bakso. Setelah kenyang kami pulang. Kami di hantar ke sebuah mebel besar,
ternyata saya dan dua frater akan bermalam di rumah mebel ini. Sesampainya di
tempat saya bergegas bersih diri, karena nanti Pkl 18.00 WIB ada doa dan
sharing panggilan.
Rupanya bapak dan ibu semang kami
adalah ketua lingkungan St.Cicilia. Saya sangat heran ibu ini begitu lancar
berbicara dan berdoa. Adapun susunan acara doa dan sharing panggilan. Pertama
doa pembuka, kedua pembacaan kitab suci, ketiga sharing panggilan, keempat
tanya jawab, dan kelima doa penutup. Saya mensharingkan sejarah saya masuk
seminari, tujuan masuk seminari, suka duka setelah saya masuk seminari, dan
pemaknaan akan jawaban panggilan saya. Saya memaknai bahwa panggilan bersifat
“plural”. Artinya Tuhan memanggil manusia dengan beragam cara dan profesi. Dan
menempatkan manusia sesuai dengan porsinya.
Seusai doa dan sharing panggilan.
Saya, tiga frater, dan bapak-ibu semang, jalan-jalan menuju tanjung tembaga
Situbondo. Kali ini bertambah satu
frater, karena frater (O.Carm) yang satu ini baru datang. Dan bapak semang
yang baru pulang kerja. Malam begitu
indah diwarnai dengan bintang-bintang yang gemerlapan dan banyak orang (muda
sampai tua ada) memadati tanjung tembaga. Terasa capek dan hari sudah malam,
kami pulang untuk istirahat. Sesampainya dirumah bapak-ibu semang, saya
bergegas ganti pakian, membaringkan diri, dan tidur.
Hari ini Minggu, 29 April 2012 saya
bangun Pkl 05.00 WIB. Seusai mandi saya sarapan dengan para frater. Selesai
sarapan tepat Pkl 06.00 WIB saya, tiga frater, dan bapak-ibu semang berangkat
menuju Gereja. Perayaan ekaristi dimulai Pkl 07.00 WIB dan selesai Pkl 09.00
WIB. Tepat Pkl 09.00 WIB acara pameran (expo) dimulai di aula vila nova
Situbondo. Banyak orang mengunjungi stan-stan. Saya sampai bingung, banyak
orang berlalu-lalang. Ditambah lagi adik-adik SD dan SMP meminta tanda tangan.
Saya dan teman-teman juga memeriahkan acara dengan berbagai macam atraksi dan
permainan. Tepat Pkl 12.00 WIB acara expo panggilan selesai. Dan dilanjutkan dengan makan siang
bersama. Sebelum mengikuti makan siang, saya dan rombongan meringkas stan yang
telah dibuat.
Setelah semua perlengkapan dan
peralatan di masukkan mobil semua frater, suster, dan seminaris makan siang
bersama. Berbagai cerita dengan beberapa frater, dirasa sudah cukup dan beres,
kami pamitan dengan pastor paroki dan umat yang ada di sekitar Gereja.
Saya baru pertama kali mengunjungi
pantai pasir putih Situbondo. Saya melihat banyak wanita cantik. Mereka semua
mengalihkan perhatian saya. Wanita berbaju dan bercelana ketat menggoncang iman
saya. Rasanya saya ingin mendekat. Inilah kenormalan seorang laki-laki ketika
melihat wanita. Setelah puas menikmati panorama pasir putih, saya beserta
rombongan pulang. Saya beserta rombongan tiba di seminari Pkl 17.00 WIB
Kurang lebih dua hari satu malam
mengikuti expo panggilan, hati sya semakin tersentuh untuk berjalan dan tidak
keluar dari lingkaran panggilan. Banyak makna yang saya temukan melalui expo
panggilan ini. Pertama, saya harus niat menanggapi panggilan Tuhan karena
Gereja membutuhkan banyak tenaga. Kedua, panggilan adalah proses yang amat
panjang dan pasti akan ada tantangan. Ketiga, menanggapi panggilan tidak boleh
asal asalan dan harus sesuai dengan tujuanya. Keempat, menanamkan semangat yang
niat dalam diri saya. Semoga melalui expo panggilan ini, iman dan panggilan
saya saya semakin kuat dan diteguhkan. Amin
Refleksi
IV
Doa
Dan Senyum
Doa adalah sarana komunikasi antara
Allah dan manusia. Tujuan dari doa adalah mengikat hubungan antara Allah dan
manusia, memenuhi kebutuhan rohani, dan sarana untuk melepas segala persoalan
hidup. Dua kalimat tersebut muncul dari pemahaman saya. Melalui refleksi ini saya hendak menggali
lagi kekuatan dan keseriusan saya berdoa selama ini. Dengan harapan saya mampu
melihat realita yang ada dalam diri saya.
Akhir-akhir ini kualitas doa saya
turun drastis, hal ini sangat tampak jelas. Saya mulai enggan datang ke kapel
sendirian untuk doa pribadi dengan alasan capek dan sebagainya. Saya sering
tidak mendoakan orang tua, sanak-saudari, guru, karyawan-karyawati, formator,
rekan-rekan seminaris, dan semua saudaraku yang sudah meninggal, dengan alasan
yang serupa. Saya sering rindu dengan Tuhan, namun rasa rindu tersebut tidak
saya maknai secara positif. Tetapi saya melepaskan dengan mencari kepuasan
melalui doa. Saya kurang menghargai doa-doa yang ada di seminari, saya sering
melamun, terkantuk kantuk, dan tertidur.
Memang mencapai doa pada titik
sempurna tidak mudah. Banyak sekali keinginan daging, “lebih menyenangkan”.
Kalau dituruti, keinginan daging tidak ada habisnya. Sebagai seorang seminaris
sudah saatnya saya intropeksi diri, peka akan kebutuhan rohani. Karena masa
depan terukur atau tercermin sejak sekarang. Apabila saya sekarang malas
berdoa, bagaimana mungkin saya kelak bisa mengajak orang lain untuk berdoa.
Secara sadar atau tidak sadar doa
sangat luar biasa. Salah satunya bisa membuat hati, pikiran, dan hidup terang.
Dan yang paling istimewa bisa membuat orang mudah tersenyum. Melalui senyum
hidup menjadi lebih bergairah, ceria. Semangat dan berpikiran positif. Saya
bisa menempuh pendidikan di seminari marianum juga melalui doa. Banyak orang
yang terketuk hatinya, untuk menopang dan membantu biaya pendidikan dan hidup
saya di seminari ini.
Semoga melalui refleksi ini, saya
mau berubah. Lebih semangat lagi untuk berdoa, lebih semangat lagi memenuhi
kebutuhan rohani, lebih semangat lagi memaknai tujuan dari doa itu sendiri.
Amin
Refleksi
V
Hidup
Bijak Dalam komunitas Seminari
Hidup bijak dalam komunitas seminari
adalah harapan dari setiap seminaris. Tak seorangpun dapat hidup atau
melewatkan harinya tanpa satu kebijakan . Pengalaman adalah guru yang terbaik
dan hal ini menjadi pandangan bagi para seminaris. Bila kita melihat dengan
sungguh pengalaman muncul sejak kita lahir dan berkembang ketika kita hidup
bersama komunitas tempat kita dibesarkan. Semakin banyak pengalaman yang
dimiliki oleh seminaris maka peluang untuk menjalani hidup bijak semakin banyak
pula. Tentunya seminaris yang hidup bijak didorong oleh pengalaman hidup dan
kesanggupan membangun relasi serta sosialisasi dalam hidup komunitas seminari
maupun luar seminari. Seminaris yang tidak dapat hidup bijak karena bingung
akan arti dan tujuan dari hidup bijak. Akibatnya seminaris kurang percaya diri
dalam menjalani hidup bijak di komunitas seminari.
Bagi seminaris mencapai hidup bijak
di komunitas seminari tidak mudah. Seminaris harus melalui beberapa proses yang
ada. Proses yang harus dilalui seminaris yaitu: Pertama seminaris harus
memiliki rasa takut akan Tuhan. Sebab bagi seminaris Tuhan adalah pembuat
rangkaian skenario kehidupan. Tuhan yang memanggil seminaris, Tuhan yang
memberi cobaan seminaris, dan Tuhan pula yang mengarahkan serta menolong
seminaris dalam kesesakan. Kedua seminaris harus menjauhi pergaulan yang
negatif. Seminaris menjuhi pergaulan negatif bukan berarti menaruh rasa benci kepada orang berbuat
negatif, namun berwawas diri agar tidak ikut arus negatif. Ketiga seminaris
harus mendengarkan ajaran orang bijak. Sikap seminaris mau mendengarkan dan
merenungkan ajaran orang bijak sangat berpengaruh pada diri seminaris untuk
menjadi bijak. Karena orang bijak memiliki dasar pengalaman hidup yang kuat
yang dapat kita gunakan sebagai acuan untuk berkembang. Keempat seminaris harus
mengenali Tuhan di komunitas seminari. Seminaris dapat mengenali pribadi Tuhan
melalui kehadiran yang anggota komunitas seminari, baik mereka yang berperan
sebagai formandi dan mereka yang menjadi rekan seperjuangan. Kelima seminaris
harus berjaga akan situasi dan kondisi yang ada di komunitas seminari. Seminaris
harus siap dengan berbagai situasi yang sedang dan yang akan dihadapi.
Seminaris akan jatuh dalam kubangan bila tidak siap menghadapi situasi yang
ada. Keenam seminaris tidak boleh iri hati dengan anggota jomunitas seminari
yang bertindak negatif. Seminaris pasti akan menemukan godaan di komunitas
seminari khususnya berkaitan dengan cara hidup. Seorang seminaris mempunyai
pandangan demikian, mereka yang hidup tidak disiplin masih dipertahankan pihak
seminari mengapa saya repot-repot menata diri untuk disiplin. Bisa saja
pandangan ini mengacaukan niat seminaris untuk hidup bijak di komunitas
seminari. Ketujuh seminaris harus mencintai kebijaksanaan. Analoginya apabila
seminaris bisa hidup bijak maka ia menanamkan rasa cinta akan hidup bijak. Bagi
seminaris cinta adalah akar dari kebiasaan yang mendorong seminaris hidup
bijaksana di komunitas seminari. Kedelapan seminaris harus berjalan lurus dan
tidak menolehkan diri ke belakang. Artinya seminaris harus konsisten dengan
pilihan untuk hidup bijak di seminari. Kesembilan seminaris harus menjaga hati
agar berfungsi dengan baik. Bagi seminaris hati berperan sebagai pemutus akhir
atas tindakan yang dilakukan. Keputusan akhir yang diterima seminaris berkaitan
dengan baik atau buruknya tindakan seminaris. Kesepuluh seminaris harus setia
dalam menjalani hidup bijak di seminari.
Refleksi
VI
Kategori
Dan Pandangan Hidup Seminaris
Melihat realita hidup seminari ada
empat kategori seminaris. Seminaris yang potensial (mampu merealisasikan
potensi dan mau menjadi seorang imam), seminaris yang potensial (mampu
merealisasikan potensi dan tidak menjadi seorang imam), seminaris yang tidak
potensial (tidak mampu merealisasikan potensi dan mau menjadi seorang imam),
seminaris tidak potensial (tidak mampu merealisasikan potensi dan tidak mau
menjadi seorang imam).
Awal saya melihat kategori-kategori
tersebut sangat menakutkan. Namun, ketika saya mendapatkan penjelasan dari
formator tentang kategori-kategori tersebut dan merenungkanya, cara pandang
saya menjadi berubah. Berapapun modal awal atau semangat awal yang saya miliki
bukanlah suatu masalah. Tetapi yang menjadi sorotan adalah proses dari hari ke
hari. Kategori tersebut menjadi tolak ukur pribadi saya. Bahwa saya seminaris
yang tidak potensial (tidak mampu merealisasikan potensi dan mau menjadi
seorang imam). Saat ini saya melihat bahwa kategori yang saya miliki bukan
sebuah kesimpulan akhir, tetapi masih terus berproses (berjalan). Berangkat
dari kategori tersebut saya menempatkan tiga pilar (SANCTITAS, SANITAS, ET
SCIENTIA) sebagai pandangan hidup. Melalui tiga pilar itulah potensi dalam diri
saya mulai bertumbuh kembang.
Sanctitas itulah pilar pertama dalam
hidup saya. Di sinilah saya mulai belajar menerima dan mengembangkan setiap
karunia Allah yang ada dalam diri saya (refleksi, doa, bacaan rohani, misa,
dll). “aku tidak menjadi pemilik melainkan menjadi penerima”. Dengan demikian
saya membiarkan kerajaan Allah meraja dalam hidup saya. Dalam doa saya dituntut
hidup sederhana, bersahaja, dan senantiasa mencari Tuhan dan berusaha. Semuanya
itu dapat saya capai bila saya mau mengikuti sebuah proses dan berkehendak
untuk maju. Hingga saat ini saya masih berproses dan bertumbuh kembang dalam
sanctitas.
Sanitas itulah pilar kedua dalam
hidup saya. Disinilah saya mulai berfikir, bahwa saya tidak cukup sehat pada
tataran fisik melainkan juga psikologis, dan secara seksual. Dalam kehidupan
sehari-hari, saya terus berupaya menjaga kesehatan pribadi (secara fisik).
Belajar menerima diri apa adanya (namun tetap optimis “saya bisa”), menggunakan
kebebasan batin secara positif (secara psikologis). Terus menjalin hubungan
dengan lawan jenis secara positif (secara seksual).
Melalui refleksi ini saya mau berterima kasih
kepada seminari, yang terus menerus memberi makanan dan minuman yang sangat
enak. Bila dibandingkan awal masuk seminari badan atau jasmani saya terus
berkembang. Semoga apa yang saya terima membangkitkan semangat hidup saya.
Scientia itulah pilar ketiga dalam
hidup saya. Terus terang selama menempuh pendidikan seminari, secara
intelektual saya sangat berkembang dibandingkan dengan di rumah. Awal masuk
seminari saya “keteteran” melihat metode pengajaran dan pembelajaran yang
sangat sulit. Namun berkat ketekunan dan bimbingan dari formator saya bisa
menjalani proses pendidikan. Bila dilihat hasilnya cukup baik, namun saya sadar
itu semua berkat campur tangan Tuhan Allah. Perkembangan intelektual yang
paling menonjol yaitu saya bisa berbicara di depan umum (MC, membawakan profil
seminari regio Jawa-Bali, promosi panggilan, dan berbagai macam acara yang
diadakan di seminari), itu juga saya peroleh dari seminari. Sungguh seminari
sangat berjasa atas perkembangan pribadi saya.
Disinilah saya melihat proses
panggilan. Awalnya potensi saya sedikit namun berkat bimbingan dari formator,
usaha pribadi, dan karya Tuhan potensi saya berkembang hingga saat ini. Saya
akan menikmati dan menjalani proses panggilan, sekarang dan selamanya. Amin
Refleksi
VII
Lima
Bejana sebagai dasar Menanggapi Panggilan
Bejana yang pertama adalah kekuatan
dasar merupakan dasar yang harus saya tanamkan dalam hidup panggilan. Setelah
menempuh masa formatio di seminarium marianum keuskupan Malang, saya menemukan
bahwa kekuatan dasar terbagi menjadi lima. Antara lain; Intelektual (IQ),
Emotional (EQ), Sosial (SSQ), Spriritual (SQ), Adversity (AQ), dan Creativity
(CQ).
Bejana yang kedua adalah kekuatan
peranan merupakan dasar kedua yang harus saya tanamkan dalam hidup panggilan.
Kekuatan peranan terdiri dari lima kekuatan. Kekuatan memimpin (rahmat dari
Allah), kekuatan penanggung jawab, kekuatan penggerak, kekuatan peserta aktif,
kekuatan pengikut (dengan catatan harus punya prinsip).
Bejana yang ketiga adalah kekuatan
tipe yang harus saya tanamkan dalam hidup panggilan. Kekuatan panggilan terbagi
menjadi tiga bagian. Allpa (melankolis, sanguinis, dan plegmatis), Ecegran, dan
Jendela.
Bejana keempat adalah kekuatan
pengaruh (media creativity) merupakan dasar ketiga yang harus saya tanamkan
dalam hidup panggilan. kekuatan pengaruh terbagi menjadi tujuh bagian penting.
Spiritual-reflektif, Seni-budaya, Akademis, Teknisi, Sosial-ekonomi,
Sosial-ekologi, dan Sosial-masyarakat.
Bejana kelima adalah kekuatan
berubah merupakan dasar ketiga yang harus saya tanamkan dalam hidup panggilan.
Kekuatan berubah terbagi menjadi empat bagian penting. Mau berubah, Diubah,
Mengubah, dan Berubah bersama.
Dari lima bejana di atas saya mau
mengatakan bahwa panggilan itu penuh isi. Baik dari dalam maupun dari luar.
Oleh karena itu, sebagai seorang seminaris saya harus berjuang untuk meraih
point-point di atas. Seraya memohon, agar roh kudus menyertai setiap perjuangan
yang akan saya lakukan.
Refleksi
VIII
Live
In Paroki Curahjati- Banyuwangi Selatan
Hari
pertama
Selasa,
3 April 2012
Pekan
suci; Yes 49:1-16; Mzm 71; Yoh 13:21-33,36-38
Hadir
Sebagai Pengusik
Hari ini adalah hari yang spesial
bagi saya. Karena acara live in di paroki-paroki keuskupan Malang resmi di
buka. Live in adalah agenda tahunan seminarium marianum keuskupan Malang, untuk
membantu para seminaris melihat dan merasakan kehidupan menggereja.
Saya bersama dua saudara berangkat
dari Probolinggo menuju paroki Curahjati-Banyuwangi Selatan pkl 08.30 WIB dan
sampai pkl 16.15 WIB. Selama perjalanan berulangkali saya mengeluh, karena
perjalanan amat jauh dan memakan waktu yang lama. Saya terus mencoba untuk
bersabar, puji Tuhan bermodalkan kesabaran saya tiba di paroki
Curahjati-Banyuwangi Selatan dengan selamat.
Setelah turun dari mobil, saya
merasa asing dengan saudara-saudari di paroki Curahjati-Banyuwangi Selatan.
Maklum, saya baru pertama kali datang di tempat ini. Saya sangat lapar karena
satu hari hanya makan satu kali. Untung ada saudari yang berbaik hati
membelikan makanan. Seusai makan saya bergegas bersih diri. Terasa asing dengan
daerah ini, saya dan kedua saudara
jalan-jalan di arah timur Gereja. Saya sempat kaget, ada orang yang memanggil
saya sertadua saudara dan mengajak singgah. Rupanya di kediaman orang yang
memanggil saya dan kedua saudara ada sekelompok pemuda (IPI) bercengkrama
santai. Kami bergabung dan berbincang-bincang. Saya sangat senang mendengarkan
pengalaman saudara-saudari IPI dan bapak ibu yang hadir di kediaman tersebut.
Saya juga mendapat kesempatan untuk sharing (mengungkapkan isi hati) dan
membagikan pengetahuan. Hal yang saya sampaikan saat itu adalah pengalaman
belajar. Bahwa belajar adalah sebuah proses yang dimulai dari rahim ibu
(kandungan) sampai akhir hayat, dan dikatakan berhasil apabila mengalami
perubahan dari tidak bisa menjadi bisa. Itulah pengalaman reflektif yang dapat
saya bagikan. Saya juga mendapat masukan bahwa saya tidak boleh cepat puas
dengan hasil sekarang dan harus berusaha lebih. Saya merasakan ikatan
persaudaraan yang kuat sekalipun baru bertemu.
Seusai berbincang-bincang dengan
saudara-saudari IPI dan bapak ibu wilayah St.Paulus, saya dan kedua saudara
pulang ke Gereja. Saya dan kedua saudara segera berdoa dan menyantap hidangan
yang ada. Setelah kenyang, saya duduk santai sambil membaca buku. Hari sudah
malam saya menyempatkan diri untuk hening sejenak, mengucap syukur atas kasih
Tuhan hari ini. Terasa mata dan badan saya semakin berat saya membaringkan diri
dan tidur.
Pengalaman hari ini sangat
mengesankan. Saya berhasil mengusik hati, pikiran dan perasaan saya untuk
mencintai, berbuat adil, solid, jujur dengan orang lain. Memang tidak mudah dan
membutuhkan proses. Melalui penginjil Yohanes diceritakan Yesus mengusik orang
sakit dan lumpuh yang mengalami penderitaan yang panjang. Hasilnya sangat jelas
orang yang sakit dan lumpuh mendapat pertolongan.
Sebagai murid Yesus saya harus
meneladan apa yang dilakukannya. Seperti yang saya katakan tadi, tidak mudah
dan membutuhkan proses. Semoga pengalaman hari ini, menyadarkan saya akan
pentingnya kehadiran Tuhan atas diri saya dan kesungguhan diri saya untuk
menjadi pengusik (pembawa cinta, keadilan, solider, dan kejujuran) bagi orang
lain. Amin.
Hari
kedua
Rabu,
4 April 2012
Pekan
suci; Yes 50:4-9a; Mzm 69; Mat 26:14-25
Memanusiakan
Manusia
Hari ini saya tidak mengikuti ibadat
pagi, karena bangun terlalu siang, dan belum mengetahui agenda paroki. Tepat
Pkl 05.30 WIB saya mandi dan seusai mandi sarapan pagi. Kegiatan hari ini belum
begitu jelas, saya menanyakan kepada romo paroki berkaitan dengan kegiatan hari
ini. Romo paroki menyarankan agar saya dan kedua saudara jalan-jalan di sekitar
Gereja. Saya dan kedua saudara berjalan menuju arah barat. Saya dan kedua
saudara bertemu dan berbincang-bincang dengan seorang bapak yang sedang bekerja
membuat gamping (kapur). Banyak hal yang dibagikan untuk saya berkaitan dengan
proses pembuatan gamping. Terasa sudah siang saya dan kedua saudara pulang ke
Gereja dan istirahat.
Tidak lama kemudian salah seorang
ibu asrama Clara Fey Curahjati-Banyuwangi Selatan memanggil saya dan kedua
saudara untuk makan siang. Saya dan kedua saudara segera bergegas makan siang,
seusai makan siang saya istirahat. Sore harinya saya membantu melipat kain di
sakristi paroki bersama suster, remaka, dan ibu-ibu. Setelah selesai romo
paroki datang mengajak saya dan kedua saudara menuju stasi Muncar. Saya sangat
kerasan di stasi muncar, karena umatnya solider, ramah, dan terbuka.
Terasa lama didalam Gereja, saya
diajak Br. Marco menuju halaman Gereja menanti romo paroki yang sedang melatih
misdinar. Tepat Pkl 22.30 WIB kami meninggalkan stasi Muncar. Saya amat risih
dengan badan saya sendiri, karena saya belum mandi. Sesampainya di paroki saya
segera mandi dan seusai mandi saya segera makan malam. Malam semakin larut,
saya mengambil majalah dan saya baca. Karena badan terasa lelah dan capek, saya
meninggalkan ruang rekreasi dan beranjak tidur.
Saya sangat bangga hari ini, bisa
berelasi dengan baik. Saya live in di paroki Curahjati-Banyuwangi Selatan
menemukan keistimewaa. Keistimewaan yang saya maksud ialah solidaritas untuk
memanusiakan manusia. Hal inilah yang membuat saya kerasan dan keterbukaan di
paroki menumbuhkan semangat dalam diri saya yang amat dalam.
Hari ini penginjil Matius
mengisahkan Yudas Iskariot menjual Yesus. Sungguh tindakan ini sangat tidak
manusiawi. Yudas Iskariot menutup mata, hati, dan pikiran. Sesungguhnya Yesus
tidak bersalah, namun harus menanggung sengsara akibat dosa manusia (termasuk
Yudas Iskariot). Berangkat dari penginjil Matius saya diajak untuk
memprioritaskan segala sesuatu (yang paling penting). Artinya saat mengambil
tindakan harus benar-benar sesuai dengan tujuan yang baik. Selain itu saya juga diarahkan untuk
menghargai sesama. Memang zaman sekarang menghargai orang lain sangatlah sulit
dan membutuhkan perjuangan. Semoga saya mampu menjadi generasi muda yang mampu
dan mau memanusiakan manusia. Amin
Hari
ketiga
Kamis,
5 April 2012
Kel
12:1-8,11-14; Mzm 166:12-13,15-16bc,17-18; 1kor 11:23-26; Yoh 13:1-15
Panggilan
Menjadi Jongos Atau Gedibal
Hari ini tidak ada perayaan ekaristi
pagi. Karena hari ini diadakan perayaan ekaristi pada sore hari (perayaan kamis
putih). Saya bangun pagi lalu mandi dan saya lanjutkan dengan membuat refleksi
harian. Suasana masih pagi dan segar. Sambil menikmati pancaran mentari, saya menggoreskan
pena di atas kertas yang masih kosong, sebagai ungkapan hati saya. Tepat Pkl
07.00 WIB saya sarapan, aduh kali ini saya sarapan hingga kenyang.
Saya dan kedua sauadara seusai
sarapan pagi, langsung menuju kamar mandi dan WC Gereja. Ada empat kamar mandi
yang masih bisa digunakan, namun kondisinya sangat memprihatinkan. Hati saya
dan kedua saudara tergerak untuk membersihkan kamar dandi dan WC Gereja. Saya
sangat heran, kondisi kamar mandi dan WC Gereja sangat kotor. Dengan penuh
semangat, saya membersihkan kamar mandi hingga maksimal. Setelah berjam-jam
bekerja, puji Tuhan saya dan kedua saudara dapat membersihkan kamar mandi dan
WC Gereja dengan baik. Tidak hanya membersihkan kamar mandi, saya dan kedua
saudara menata buku-buku di ruang sekertariat. Terlihat sudah rapi, saya dan
kedua saudara di panggil suster untuk “mamiri”. Selesai “mamiri” kedua saudara
istirahat, sedangkan saya menyelesaikan menata buku-buku di ruang sekertariat
yang perlu dibenahi lagi.
Tidak terasa hari sudah siang, saya
segera makan siang. Seusai makan siang saya harus menyetrika baju dan celana,
karena nanti sore ada perayaan kamis putih. Selesai menyetrika baju dan celana,
saya langsung istirahat karena badan saya terasa capek. Saya terbangun Pkl
16.30 WIB, saya langsung bergegas mandi. Tepat Pkl 17.00 WIB saya berangkat
bersama romo, bruder dan suster misa di wilayah barat (stasi Selorejo).
Perayaan ekaristi sangat meriah, hikmat, dan lancar. Selesai perayaan ekaristi
kami pulang dan makan malam bersama di susteran. Saya mengantuk karena makan
terlalu kenyang. Selesai makan saya istirahat, tepat Pkl 22.30 WIB saya ikut
tuguran. Selama tuguran saya mengungkapkan segenap isi hati dan berharap Tuhan
mengabulkanya. Selesai tuguran saya langsung membaringkan diri dan tidur.
Saya hari ini mengerjakan pekerjaan
yang tidak disenangi banyak orang (membersihkan kamar mandi dan WC paroki).
Memang kalau dikaitkan dengan panggilan tidak ada kaitanya sama sekali. Namun
saya menyadari bahwa melalui pekerjaan sederhana ini saya dibimbing untuk
rendah hati. Saya merasa jijik, tetapi saya sudah memilih dan menerima
konsekuensinya. Kalau menjalani sesuatu yang enak tidak usah dipikirkan panjang
lebar, tetapi kalau menjalani sesuatu yang tidak enak harus dijalankan dengan
sungguh dan dipikirkan lebih dalam lagi. Sudah selayaknya saya belajar menjadi
JONGOS ATAU GEDIBAL, karena tujuan akhir hidup saya menjadi pelayan.
Hari ini Yesus meneladankan sikap
rendah hati. Yesus membasuh dan mencium kaki murid-muridnya. Menandakan bahwa
Yesus merindukan umat manusia datang dan meneladan tindakanya. Semoga melalui
pengalaman dan sabda Tuhan hari ini, saya semakin sadar serta mau bersikap
rendah hati sekarang dan selamanya. Amin
Hari
keempat
Jumat,
6 April 2012
Yes
52:13-53:12; Mzm 31:2,6,12-13,15-16,17,25; Ibr 4:14-16; 5:7-9; Yoh 8:1-19:42
Kesetiaan
Dan ketaatan
Hari ini saya berusaha menahan rasa
lapar. Artinya pagi ini saya tidak sarapan. Tepat Pkl 07.00 WIB saya mengikuti
visualisasi jalan salib. Adegan demi adekan saya nikmati, yang paling mengerikan
bagi saya saat Yesus ditikam lambungnya. Peristiwa penyaliban sangatlah kejam.
Seusai jalan salib saya merenung sendirian sambil membuat refleksi. Hari ini
saya lebih banyak diam dan tidak beraktivitas. Hari sudah siang, saya segera
istirahat karena Pkl 14.00 WIB saya harus berangkat untuk mengikut ibadat di
stasi Muncar.
Saya tidak konsentrasi selama
mengikuti ibadat. Pikiran saya melayang kemana-mana, karena ibadat sangat
lama. Sesampainya di paroki saya
langsung makan, karena seharian saya menahan rasa lapar. Setelah makan saya rekreasi panjang dengan
bruder dan para romo. Terasa mata sudah berat saya meninggalkan ruang rekreasi
dan tidur.
Saya berjuang keras untuk menahan
rasa lapar. Sekalipun kepala saya pusing, saya tetap berusaha menahanya. Karena
hari ini adalah hari wafatnya Yesus Kristus, saya terus berjuang dan taat untuk
itu. Memang banyak godaan yang saya temui. Baik dari dalam diri sendiri maupun
dari lingkungan. Syukur kepada Allah hari ini saya dapat melewati dengan baik.
Penginjil Yohanes hari ini
menggambarkan awal penderitaan Yesus hingga akhir. Sungguh yang ada hanya
perjuangan, kesetiaan, dan ketaatan. Kalau Yesus tidak berjuang, tidak setia
dan tidak taat akan salib yang dipikulnya, saya tidak bisa hidup hingga saat ini.
Sungguh saya amat bersyukur, karena Yesus mengorbankan dirinya demi menghapus
dosa dan pelanggaran yang telah saya lakukan.
Sudah saatnya saya sadar akan
peranan Yesus dalam diri saya. Ini berarti bahwa saya harus benar-benar
menyiapkan diri untuk kedepan. Saya harus meneladan kesetiaan dan ketaatan
Yesus. Bukan hanya hari ini, tetapi sekarang dan selama-lamanya. Semoga
detik-detik menjelang perayaan paskah ini, saya mampu berjuang menyiapkan diri
demi kemuliaan Allah. Amin
Hari
kelima
Sabtu,
7 April 2012
Kej
1:1-2:2; Mzm 104:1-2a,5-6,10,12,13-14,24,35c; Mrk 16:1-8
Menjadi
Cahaya Bagi Sesama
Hari ini saya bangun pagi-pagi
benar. Saya langsung mandi, setelah mandi saya lanjutkan dengan sarapan. Saya
sudah mempunyai rencana untuk membersihkan sanggar musik. Selesai sarapan saya
dan kedua saudara bergegas mencari alat-alat untuk membersihkan sanggar.
Sanggar sangat kotor dan membutuhkan kesabaran untuk membersihkanya. Tidak hanya membersihkan sanggar, saya harus
menata alat musik hingga rapi. Sanggar sudah beres, kini saya beranjak
membersihkan pendopo pasturan bagian dalam dan lorong di pasturan. Terasa badan
capek saya istirahat melepas lelah.
Tidak terasa hari sudah siang, saya menuju PA
untuk makan siang. Aduh hari ini saya makan sampai kenyang. Selesai makan siang
saya membantu pak Ji membersihkan Gereja. Saya hanya membantu sebentar, karena
pekerjaan pak Ji sudah hampir selesai. Selesai membantu pak Ji, saya pergi ke
PA lagi untuk setrika baju dan celana. Selesai setrika baju dan celana, saya
segera mandi. Karena misa malam paskah akan segera dimulai. Saya mengikuti misa
malam paskah dengan baik, sekalipun perayaanya sangat panjang.
Seusai perayaan ekaristi ada seorang
wanita mendatangi saya. Ternya dia adalah mahasiswa IPI, dia satu paroki dengan
saya. Agenda malam hari ini sangat
santai. Makan malam dan dilanjutkan dengan rekreasi panjang.
Menjadi cahaya bagi sesama tidak
mudah dan membutuhkan proses yang panjang. Hari ini saya mencoba melalui
tindakan yang sederhana, memebersihkan dan menata sanggar, lorong dan pendopo.
Inilah tujuan saya live in. tidak hanya berkutat dengan Gereja saja, tetapi
berani mengembangkan hingga ke bagian yang amat kecil. Bagi saya pekerjaan
apapun bukanlah suatu masalah, tetapi yang terpenting adalah bagaimana motivasi
dan cara saya mengerjakan pekerjaan ini.
Perayaan malam paskah mengenakan
simbol lilin yang menyala dengan terang. Mau mengatakan kepada saya, bahwa
menjadi terang bagi sesama sangatlah penting. Karena kedatangan saya sebagai
citra Allah, salah satu tugasnya adalah menjadi terang bagi sesama. Hari ini
saya melakukan tindakan-tindakan yang sederhana. memang apabila dibandingkan
dengan nyala lilin paskah, tindakan saya belum sebanding.
Semoga tindakan saya yang amat
sederhana ini, menjadi dasar untuk berkembang menyongsong masa depan. Saya juga
berharap, Tuhan menaungi dan membimbing saya. Akhirnya saya serahkan segenap
pengalaman dan refleksi ini ke hadirat Tuhan yang maha kasih dan penyayang.
Amin
Hari
keenam
Kis
10:34a,37-43; Mzm 118:1-2, 16ab-17,22-23; Kol 3:1-4; Yoh 20:1-9
Minggu,
8 April 2012
Berharap
Hari ini saya berangkat pagi-pagi
untuk mengikuti perayaan ekaristi di stasi Temu Rejo. Yang memimpin perayaan
ekaristi di stasi Temu Rejo adalah romo Agi. Stasi Temu Rejo sangat kecil.
Seusai misa saya dan rombongan dari paroki berkunjung ke rumah romo Heri. Di
sana kami berbincang-bincang hingga siang. Hari sudah siang kami segera pulang.
Sesampainya di pasturan, saya segera makan.
Karena pagi tadi belum sarapan. Selang beberapa menit setelah istirahat,
romo paroki mengajak saya dan kedua saudara berkunjung ke rumah umat. Saya
sangat senang karena di sana di suruh makan lagi. Tidak hanya makan saya juga
mendapat tugas menangkap ikan gurami.
Tidak terasa hari sudah sore. Kami
pulang dalam kondisi kenyang. Sesampainya di pasturan saya memikirkan keluarga.
Karena selama ini saya belum telfon dan mengabarkan kondisi keluarga. Saya
memutuskan pergi ke warnet untuk mengabarkan kondisi keluarga dan mengucapkan
selamat hari raya paskah. Saya memutuskan pergi ke warnet mengirim email untuk
kakak saya. Seusai mengirim email saya segera pulang untuk istirahat. Sore hari
hingga malam saya bersantai ria bersama para romo.
Saya sangat rindu dengan deangan
keluarga dan ingin bertemu. Hal ini terekspresi sikap saya yang nekat pergi ke
warnet menyampaikan selamat hari raya paskah untuk keluarga melalui email.
Semoga harapan dan rasa rindu dengan keluarga mengenang di hati saya. Amin
Refleksi
IX
Melihat
Dan Menjalani Resiko Secara Global
“Hidup adalah film yang terbaik.”
Itulah cara pandang saya sebelum masuk seminari sampai saat ini. Untuk mengisi
kehidupan tersebut saya membuat keputusan, “menitih panggilan”. Banyak tujuan
yang ingin saya realisasikan di seminari. Tujuan tersebut adalah ingin mengabdi
Tuhan seumur hidup, ingin membantu orang yang menderita, ingin menjadi
misionaris, dan ingin membantu mengembangkan kerajaan Allah. Secara garis
besar, “ingin menjadi rekan kerja Yesus dengan cara menjadi imam masa depan”.
Ternyata dalam realita tidak semudah dengan apa yang saya harapkan dan saya
pikirkan. Banyak resiko, bahkan “saya mengalami krisis untuk mengatakan YA pada
panggilan”. Kristus datang ketika saya mengalami konflik (dengan diri sendiri,
angkatan, komunitas, dan formator), tidak disiplin (nakal, tidak memanfaatkan
waktu secara positif), rindu dengan orang tua, kehidupan rohani sangat lemah
(doa pagi, siang, malam, misa, bacaan rohani, adorasi, lectio devina, rosario,
legio mariae, dll), keinginan hidup dalam kemewahan dan banyaknya tugas atau
tanggung jawab yang harus saya jalani. Pengalaman-pengalaman ini membuka mata,
hati, dan pikiran saya, bahwa semakin banyak keputusan dan harapan, maka
semakin banyak pula resiko yang menyambut saya. Di balik resiko yang telah saya
terima, banyak sisi positif yang saya dapatkan. Secara personal saya berkembang
dalam intelektual, kreativitas, hidup rohani, dan disiplin diri. Itulah sisi
positif yang benar-benar saya peroleh. Melalui refleksi ini saya menjadi sadar,
dalam menitih panggilan banyak resiko yang harus saya jalani dengan tujuan
mendewasakan pribadi saya. Selain itu menitih atau menjalani panggilan adalah
sebuah “proses” yang terus berkelanjutan. Dalam proses itulah saya diminta
selalu siap (berjaga-jaga). Ketika menuliskan refleksi ini saya teringat buku
dengan judul: “si cacing dan kotoran kesayangan”. Buku tersebut mengisahkan
seorang biksu yang ingin membangun wihara. Namun dia tidak punya uang untuk
membayar tukang yang akan membangun wihara. Di saat seperti itu dia memberanikan
diri membangun wihara tanpa harus mendatangkan seorang tukang. Dia mulai
belajar menyusun bata, berulang kali dia gagal bahkan dia putus asa. Setelah
melewati berbagai proses, pada hari kedua dia berhasil menyusun banyak batu
bata dengan kuat. Pada hari ketiga ia meneruskan kembali pekerjaanya, namun ia
melihat satu batu bata terpasang sangat jelek sekali. Dia tidak mungkin
membongkar batu bata yang telah ia susun, dan memutuskan melajutkan hingga
selesai. Sebenarnya dia sangat kecewa dengan hasil kerjanya, karena ada satu
batu bata terpasang jelek. Pada suatu saat ada orang asing datang untuk melihat
wihara, dan orang asing itu berkomentar,
“bagus sekali bangunan wihara yang baru itu”. Dan biksu yang membangun wihara
tersebut kaget akan pujian yang ia terima.
Cerita ini memberi inspirasi yang
sangat mendalam bagi saya, untuk menitih atau menjalani panggilan, yaitu saya
tidak boleh melihat resiko yang saya hadapi saat ini hanya pada suatu titik,
melainkan melihatnya secara keseluruhan. Dengan demikian bayak hal positif yang
saya peroleh. Harapan saya saat ini ingin terus menghargai dan menghayati
panggilan sebagai sebuah proses yang terus berjalan.
Refleksi
X
Membangun
Identitas Diri
Berdasarkan pengalaman yang saya
peroleh di seminari. Ada tiga hal pokok untuk membangun identitas diri, yaitu;
belajar, berdoa, dan berdisiplin. Bila melihat realita zaman sekarang, banyak
calon imam dan orang katolik pada umumnya, mendapat tantangan dan adanya
perubahan yang sangat radikal. Akibatnya terjadi kikisan relasi antar umat
beragama. Bila menengok keluar, dunia berubah setiap saat. Adanya perubahan
paradigma, kecanggihan IPTEK, pemanasan global dan krisis ekologi, bencana alam
dan peristiwa yang menegangkan, dan manusia kehilangan sentuhan alam dan jiwa,
sehingga membawa manusia pada pilihan hidup bebas, dan berdampak pada kekaburan
hidup.
Ada beberapa hal yang perlu saya
kembangkan dalam diri saya. Yaitu semangat untuk menanggapi realita panggilan.
Selanjutnya untuk menemukan kebutuhan, harapan, dan potensi yang ingin saya
kembangkan ada beberapa hal yang mendasari. Pertama, sikap bahagia dan bangga
akan hidup panggilan. Tuhan Yesus memanggil saya dengan segala kekurangan dan
kelebihan. Saya mau bergulat langsung dengan realita panggilan. Ketika badai
datang menghantam jiwa, saya akan berjuang sampai mendapat titik temu,
sekalipun saya harus jatuh bangun. Saya mempunyai tujuan jelas yaitu menjadi
rekan kerja Yesus dengan cara menjadi imam. Kedua, komunitas dan kepribadian
yang akan saya bangun. Kepribadian yang akan saya bangun (rendah hati, solider,
mau berjuang, punya kecerdasan emosi, spiritual, intelektual, sosial, komitmen,
tampil beda dan apa adanya, tekun dan tanggung jawab). Komunitas yang akan saya
bangun (terbuka, fer, mau bekerjasama, berjuang, tanggung jawab, dan tidak
neko-neko).
Ada beberapa hal saya sumbangkan
secara positive dalam membangun kekuatan bersama. Saya mau berjuang bersama
melalui aktivitas-aktivitas harian dan khusus. Mau mengingatkan dan mau
diingatkan. Namun banyak tantangan dan kesulitan yang saya hadapi hingga saat
ini. Saya malas berdoa, belajar, dan disiplin. Saya suka melihat sisi negatif
orang, saya meliaht orang lain tampil sebagai batu sandungan, saya suka iri
hati, saya masih ingin menikmati hal-hal duniawi, saya takut untuk berjuang dan
hidup jujur, saya kurang menghargai orang lain, saya cenderung menutup diri,
saya suka membicarakan kejelekan orang lain, dan saya mudah emosi. Syukur
kepada Allah saya menemukan solusi untuk memecahkan masalah yang tengah saya
hadapi hingga saat ini. Saya terus berdoa dan berjuang tanpa henti, saya
membuat refleksi setiap hari, dan sharing dengan pamong dan saudara-saudara
sepanggilan.
Melihat begitu banyak aneka
tantangan yang saya hadapi, saya harus berani berkontenplasi di tengah
kesibukan dan keributan dunia zaman sekarang. Berangkat dari permenungan ini
saya menemukan tiga hal peneting yang harus di gali dengan sungguh. Pertama,
saya harus menyadari bahwa inspirasi dan intuisi batin mempunyai peranan
penting (Allah mencintai manusia). Kedua, apa rahasia panggilan Allah Dalam
diri saya?. Ketiga, saya di panggil Allah untuk hidup bahagia. Lalu mengapa di
tengah perjalanan hidup ini saya merasa tidak bahagia?. Rupanya ada
ketidakseimbangan dalam diri saya antara intelektual, spiritual, dan kerja
nyata. Dan yang paling parah, saya sering mengabaikan panggilan. Melalui
refleksi ini saya di sadarkan, ketika saya mengalami masa kering dalam
panggilan, maka saya harus kemabali pada titik sentral bahwa Allah mencurahkan
rahmat.
Refleksi
XI
Menguak
Disiplin, Perhatian, Dan Respek
Hidup tanpa refleksi adalah kosong.
Refleksi adalah media untuk menghadirkan sejuta pengalaman. Pengalaman meliputi
pahit dan manisnya kehidupan. Dan hidup bisa menjadi lebih baik bila
direfleksikan. Melalui pengantar diatas, saya diajak merefleksikan sikap
“keorangtuaan”. Sikap keorangtuaan meliputi disiplin, perhatian, dan respek
(rasa hormat). Sebelum saya menguak kilas balik hubungan antara keorangtuaan
dan diri saya, saya akan merenungkan arti disiplin, perhatian, dan respek (rasa
hormat).
Menurut saya, perhatian adalah sikap
peduli yang dimiliki seseorang dan ditujukan kepada orang lain dalam komunitas,
keluarga, dan masyarakat. Disiplin adalah kepekaan yang dimiliki seseorang dan
dituangkan melalui cara hidup. Cara hidup tersebut meliputi sikap taat, tepat
waktu, dan lain sebagainya. Respek (rasa hormat) adalah sikap yang dimiliki
seseorang untuk saling menghargai dan saling menghormati.
Tidak terasa tiga tahun saya
mengikuti proses formatio di seminarium marianum keuskupan Malang. Begitu
banyak pengalaman yang menopang dan menghantar saya pada suatu perubahan hidup.
Perubahan hidup tersebut tampak, mulai munculnya sikap perhatian, disiplin dan
respek dalam diri saya. Awal masuk seminari saya belum mengerti arti hidup.
Pada suatu saat saya memahami bahwa arti hidup yang sesungguhnyayaitu
menanamkan sikap perhatian, disiplin, dan respek (rasa perhatian) dalam diri
sendiri, dan mau membagikan sikap-sikap tersebut kepada orang lain.
Rasa egois dan intuitif sangat
dominan dalam diri saya. Saya memahami melalui refleksi harian yang saya buat.
Di dalam refleksi harian saya sering menuliskan, bahwa saya tidak mau berbagi,
cuek dengan teman, dan mementingkan diri sendiri. Refleksi tersebut mendorong
saya untuk mau berubah. Perubahan tersebut saya rasakan di kelas dua. Saya mau
perehatian dengan teman-teman dalam hal study, acara komunitas, dll. Sekalipun
sederhana saya sangat menghargai perubahan ini, karena saya yakin inilah awal,
inilah dasar, inilah pondasi untuk menuju perubahan yang lebih baik lagi.
Disiplin atau tidak disiplin dalam
diri saya, nampak melalui proses formatio. Karena formatio berkaitan erat
dengan disiplin. Saya termasuk seminaris yang 50% disiplin dan 50% tidak
disiplin. Penilaian tersebut muncul melalui cara hidup saya di seminari.
Biasanya, saya mewujudkan disiplin melalui studi, doa, dan opus. Tidak disiplin
saya alami ketika eskip setelah pulang sekolah (hari sabtu), telat bangun
tidur, tidur larut malam, menggunakan telfon dan komputer seminari tanpa seizin
dari formator. Sekalipun demikian saya masih berjuang hingga saat ini, supaya
lebih baik lagi.
Respek (rasa hormat) saya
perjuangkan sejak awal. Syukur kepada Allah hingga saat ini saya bisa
menghargai diri sendiri dan orang lain. Sekalipun pada suatu saat saya
melupakan rasa hormat untuk orang lain dan diri sendiri. Saya yakin melalui
proses formatio di tempat ini, saya semakin tumbuh dan berkembang.
Ada beberapa komitmen yang ingin
saya tanamkan dalam diri saya, agar ke depanya menjadi lebih baik. Saya akan
menggali pengalaman, mereflesikannya, melakukan aksi, dan mengevaluasinya
kembali. Semoga komitmen dasar ini semakin mendorong saya untuk bertumbuh
kembang dalam sikap, perhatian, disiplin, dan respek (rasa hormat).
Tuhan saya serahkan usaha-usaha yang
telah saya lakukan kedalam tanganmu. Berkatilah komitmen saya, agar saya bisa
mengarahkan hidup saya. Ingatkanlah bila sayaberbuat sesuatu yang kurang baik.
Amin
Refleksi
XII
Menguak
Doa Dan Kaitanya Dengan Panggilan
Saya harus berdoa setiap saat
karena doa perting dan perlu serta memelihara apa yang ada dalam diri saya.
Lalu mengapa saya perlu tersenyum. Karena senyum mengubah perasaan, senyum
menular, senyum menghilangkan stress, senyum membuat awet muda, senyum membuat
berfikir positif, dan senyum membuat diri lebih menarik.
Selanjutnya senyum adalah gambaran
Allah. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarnya, menurut gambar
Allah diciptakanya dia, laki-laki dan perempuan. Sebagai gambar Allah, kalau berdoa saya harus
totalitas. Artinya menggunakan seluruh fisik.
Karena rencana Allah saya menjadi
gambarnya, dan potensi itu ada dalam diri saya. Oleh karena itu Allah
memberikan tawaran agar saya masuk dalam kehidupan kekal. Di sanalah saya
berkembang memperoleh kepenuhan dan kebahagiaan yang utuh. Bagaima saya dapat masuk
dalam kehidupan ilahi. Jalan yang terbaik yaitu gerbang Allah yang mampu
menghantar saya masuk dalam kehidupan ilahi. Namun saya juga harus menyadari
bahwa doa merupak relasi antara saya dengan Allah, doa merupakan keterbukaan
hati kepada Allah, dan doa bukan sekedar kata dan melebihi tindakan. Dan pada
selanjutnya doa mengarah ke mistik. Menghayati kehidupan Allah, dalam persatuan
mesra dengan Yesus, menyerahkan diri seutuhnya kepadanya, masuk dalam
kontemplasi, dan mistik adalah kehidupan doa mendalam.
Allah sungguh memberikan diri
seutuhnya untuk saya. Dia menjadi manusia agar saya menjadi ilahi. Hal ini
terekspresi melalui sabdanya. Bukan kamu yang memilih aku, melainkan akulah
yang memilih kamu. Selanjutnya saya diarahkan untuk menyerahkan diri seutuhnya
kepada Allah. Dengan mempersatukan kehendak saya dengan Allah. Saat itulah
tumbuh kedamaian dan kebahagiaan. Penyerahan diri terus menerus menjadi doa
yang tak kunjung putus dan semakin menguduskan saya dan menjadi pribadi yang
penuh. Yang awalnya sketsa menjadi lukisan sempurna.
Doa bukan lagi pujian
sewaktu-waktu. Seluruh hidup saya menjadi doa yang tak berkesudahan. Inilah
hidup yang menjadi kemuliaan bagi Allah. Dalam hubunganya yang mesra dengan
Bapa mengalirkan segala sabda dan karyanya. Hidup saya sebagai anak Allah
berkembang dan mencapai kepenuhannya dalam hubungan yang mesra dengan Bapa.
Tuhan menciptakan saya untuk terus berdoa dan berjaga-jaga (Luk 21:36, 1Tes
5:17-18, dst). Doa bapa kami yang diajarkan Yesus kepada para muridnya adalah doa
sempurna dan memerlukan kesadaran akan usaha mencapai kekudusan (hendaknya kamu
sempurna, seperti bapa sempurna adanya)
Buah-buah doa, masuk dalam iklim
hubungan yang tiada putusnya dengan Allah. Dalam kemesraan dan kehangatan doa
inilah Tuhan mengajarkan hidup yang baik. Ia menanamkan pola kerinduan untuk
mengajar kekudusan sesuai dengan ajaran injil. Saya menimba banyak kekuatan doa
dalam perjuangan menanggapi hidup panggilan ini. Panggilan yang saya jalani
semakin berkembang dan berbunga. Saya akan tetap tersenyum memandang dunia
dengan cara yang berbeda.
Refleksi
XIII
Refleksi
Selama Liburan Natal
“Tidak
Ada Waktu Yang Terbuang”
Liburan natal tahun ini sangat
mengenang. Kenangan yang tak terlupakan saat saya berkumpul bersama keluarga
dan saat belajar berpastoral bersama pastor paroki. Bekumpul bersama keluarga
adalah moment yang sangat membahagiakan. Rasa bahagia tersebut timbul ketika
saya dan keluarga saling meneguhkan, saling memberikan perhatian, dan saling
bertukar pengalaman. Kemauan untuk saling mengisi dan meneguhkan merangsang
semangat saya untuk berjuang menapaki panggilan. Memang sangat penting bagi
saya mendapatkan dukungan dari keluarga. Apalagi saya sering mengalami masa
kering menanggapi panggilan. Saat melewatkan waktu sejenak bersama keluarga
saya tidak hanya diam. Namun saya mencoba membantu orang tua menyelesaikan
pekerjaan rumah. Saya membantu orang tua melalui tindakan sederhana. Tindakan
sederhana tersebut saya realisasikan dengan membersihkan ruangan dan lingkungan
rumah. Sangat sederhana namun saya mencoba memaknai tindakan sederhana ini
sebagai awal melangkah kedepan. Disela-sela membantu orang tua saya mencoba
menjalin hubungan lebih dekat dengan saudari dan saudara yang sudah lama tidak
bertemu. Saya jarang bertemu dengan kakak karena setelah lulus di Cor Jesu
Malang langsung bekerja sebagai akuntan di Surabaya dan jarang bertemu dengan
saya. Sedangkan adik saya masih TK dan juga jarang bertemu dengan saya. Sebagai
saudara saya sangat merindukanya. Inilah saat yang tepat bagi saya untuk
melepaskan kerinduan. Memang benar dikatakan bahwa segala sesuatu indah pada
waktunya. Rupanya kehadiran saya ditengah keluarga juga sangat dirindukan. Hal
ini sangat tampak melalui perkataan dan sikap keluarga yang diberikan untuk
saya. Saya juga harus ingat dan tidak boleh terkungkung kenyamanan bersama
keluarga saja. Tetapi saya juga dituntut untuk berani lepas dari keluarga demi
masa depan saya kelak. Lepas dari keluarga bukan berarti menghindari keluarga
tetapi berani meninggalkan keluarga sejenak untuk mempersiapkan diri. Saya juga
sangat bersyukur karena banyak teman yang masih ingat dengan saya. Teman-teman
saya selalu datang kerumah. Tidak hanya datang kerumah mereka juga mengajak
saya jalan-jalan. Persahabatan yang sudah saya jalin dengan teman-teman sejak
dahulu tidak hilang begitu saja. Justru persahabatan tersebut mengakar dalam
hingga sekarang. Itu tadi sekilas mengenai liburan saya bersama keluarga dan teman-teman di rumah.
Berbeda
lagi ketika saya belajar berpastoral bersama pastor paroki. Tujuan belajar
berpastoral sangat jelas yaitu agar saya mampu memahami karya-karya pastoral
yang sesungguhnya. Belajar berpastoral memaksa saya untuk setia mengemban
sebuah tugas. Berangkat dari rasa terpaksa membuat saya semakin rendah hati
untuk menghargai sebuah tugas dengan tindakan konkrit. Hal yang membuat saya
tertarik mengikuti proses belajar berpastoral adalah cara yang digunakan pastor
paroki membimbing saya. Pastor paroki membimbing dengan rileks tetapi sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa kegiatan yang harus saya
jalankan. Kegiatan tersebut adalah kerja bakti lingkungan, kunjungan umat,
latihan koor, mendekor gua natal, dan mengisi data statistik umat. Kegiatan
tersebut tidak berjalan begitu saja namun membutuhkan proses panjang. Melalui
proses tersebut saya diarahkan untuk memahami bahwa kehidupan pastoral tidak
semudah yang saya bayangkan. Saya diarahkan untuk berani turun tangan bersama
umat. Banyak suka duka yang saya alami. Namun itu semua turut mewarnai diri
saya sebagai seminaris. Selama belajar berpastoral saya merasa sangat dekat
dengan umat. Umat bagaikan keluarga bahkan orang tua saya sendiri. Makna yang
bisa saya ambil dari liburan natal adalah saya sebagai seorang seminaris
diarahkan untuk membawa terang bagi sesama. Terang tersebut telah saya
realisasikan melalui berbagi macam kegiatan yang telah saya refleksikan diatas.
Semoga apa yang sudah saya lakukan saat liburan membawa semangat baru dalam
diri saya untuk mempersiapkan hari depan. Amin
Refleksi Natal Malam
“Damai Sejahtera”
(2Sam 7:1-5.8b-12.16; Luk 1:67-79)
“ Dan Zakharia, ayahnya, penuh
dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, katanya: "Terpujilah Tuhan, Allah
Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan
sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, --
seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya
yang kudus -- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua
orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita
dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya
kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita,
terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam
kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. Dan engkau, hai
anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan
mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada
umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa
mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan
melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang
diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada
jalan damai sejahtera." (Luk 1:67-79).
Berefleksi atas bacaan-bacaan hari
ini saya ada beberapa hal yang mengena dan menarik untuk diri saya.
Kidung Zakharia menjadi suatu
ajakan bagi saya untuk menghayati bahwa selama sepanjang hari hendaknya saya
percaya bahwa “Allah senantiasa menjaga dan membimbing saya”. Dengan kata lain
saya dituntut untuk tidak takut menghadapi aneka tugas baik sebagai calon imam
maupun sebagai pelajar yang selalu berhadapan dengan tantangan, hambatan dan
masalah. Sebagai manusia lemah saya diajak untuk “mengarahkan hidup saya kepada
jalan damai sejahtera”, yang harus saya hadapi dengan penuh harapan, ceria,
gairah dan dinamis. Saya juga dituntut kesediaan diri total untuk mau diarahkan
oleh Allah dalam kondisi dan situasi apapun. Selain menghadapi diarahkan dengan
semangat kidung Zakharia, saya harus memahami bahwa “Tak berkesudahan kasih
setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar
kesetiaan-Mu!” (Rat 3:22-23). Tuhan setia pada janjiNya untuk menolong saya
dari belenggu dosa dengan menjadi manusia hina. Semoga melalui peringatan
kedatangan sang injili ini saya mau membuka mata, hati, dan pikiran untuk hidup
setia pada panggilan dan tugas saya sebagai seorang pelajar, dengan harapan
damai sejahtera menjadi nyata dalam diri saya maupun kehidupan bersama di
seminari maupun di masyarakat (menggereja).
Apakah yang terkandung dalam hati
saya pada saat ini, saat menantikan pesta Natal yang akan segera tiba? Saya
percaya bahwa saya mendambakan hidup dalam damai sejahtera, untuk itulah saya
sangan berharap akan bantuan rahmat Tuhan yang senantiasa menyertai saya.
Dengan penyertaan atau pendampingan Tuhan saya yakin akan mampu mewujudkan
damai sejahtera yang menjadi dambaan hati saya. Hati adalah pusat hidup dan
jati diri manusia, sebagaimana dari Hati Yesus Yang Mahakudus ketika ditusuk
tombak mengalir ‘air dan darah segar’, symbol kehidupan dan keselamatan, semoga
sayapun juga keluar serta menghasilkan kehidupan dan keselamatan yang
didambakan oleh semua orang.
“Aku hendak menyanyikan kasih setia
TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku
turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu
tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian
dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk
selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu
turun-temurun.” (Mzm 89:2-5)
Refleksi Natal Pagi
“Keluar Dari Kegelapan=Berusaha Menjadi
Lebih Baik”
(Yes 9:1-6; Tit 2:10-14; Luk 2:1-14)
“Sesungguhnya aku memberitakan kepadamu
kesukaan besar untuk seluruh bangsa”
Pertama-tama saya ucapkan “SELAMAT
NATAL”, selamat merayakan hari Kelahiran Penyelamat Dunia untuk saudara-saudara
sepanggilan di seminari maupun diluar seminari. Bagi banyak orang kelahiran
seorang anak pada umumnya sungguh membahagiakan, membuat hidup lebih ceria dan
bergembira. Secara khusus ibunya atau orangtuanya pasti akan membaktikan diri
sepenuhnya bagi anak yang baru saja dilahirkan, dan dengan demikian pasti akan
memiliki cara hidup dan cara bertindak baru, lebih-lebih atau terutama bagi
sang ibu. Kegembiraan dan kebahagiaan akan semakin besar ketika tahu bahwa anak
yang telah dilahirkan menjanjikan sesuatu yang besar, menyelamatkan dan
membahagiakan, terutama jiwa manusia. Hari ini adalah perayaan Penyelamat
Dunia, suatu pemenuhan janji Allah untuk menyelamatkan seluruh dunia terutama
bagi saya yang masih bergulat dalam kubangan dosa, maka saya harus menyambut
perayaan natal dengan gembira.
"Jangan takut, sebab
sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa:
Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.
Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan
lampin dan terbaring di dalam palungan.” (Luk 2:10-12)
Warta Gembira Natal pertama-tama
disampaikan oleh para malaikat Allah kepada para gembala domba di padang
rumput. Para gembala domba dalam tata susunan social atau kemasyarakatan pada
masa itu termasuk kelompok yang tersingkirkan atau kurang memperoleh perhatian.
Maka warta gembira Natal bagi mereka berarti suatu pengangkatan mereka sebagai
manusia untuk menjadi sejajar dengan manusia lainnya, dan hal itu sungguh
merupakan ‘kesukaan besar’ bagi mereka. Allah yang menjadi Manusia seperti kita
kecuali dalam hal dosa merupakan wujud solidaritas Allah kepada semua umat
manusia di dunia ini.
Berpartisipasi dalam berbagai macam
kegiatan positif untuk banyak orang pada masa kini harus menghadapi aneka
masalah, tantangan dan hambatan, lebih-lebih ketika harus berbuat jujur dan
disiplin dan realita tersebut benar-benar saya rasakan. Sang Penyelamat Dunia
yang mendatangi saya untuk membebaskan dari belenggu dosa lahir “ dibungkus dengan
lampin dan terbaring di dalam palungan”, dengan kata lain Ia dilahirkan dalam
kesederhanaan atau kemiskinan, yang menandakan bahwa Ia juga akan hidup dalam
kesederhanaan dan kemiskinan. Melalui refleksi ini saya disadarkan untuk hidup
sederhana dan bersemangat miskin, terbuka terhadap aneka macam kemungkinan dan
kesempatan. Maka saya sebagai seorang calon imam harus mau hidup sederhana dan
bersemangat dan berjiwa miskin.
“Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah
melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang
telah bersinar.” (Yes 9:1). Dengan demikian saya di ajak untuk segera keluar
dari kegelapan. Dengan kata lain saya yang masih terkunkung dosa diajak untuk
bertobat.
“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi
TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN,
pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari.
Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya
yang ajaib di antara segala suku bangsa. Biarlah langit bersukacita dan bumi
bersorak-sorak, biarlah gemuruh laut serta isinya, biarlah beria-ria padang dan
segala yang di atasnya, maka segala pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan
TUHAN, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan
menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.” (Mzm
96:1-3.11-13)
Demikianlah refleksi yang dapat
saya tuliskan. Semoga refleksi ini dapat menyadarkan saya akan pentingnya
terang zaman sekarang. Saya juga berharap agar refleksi ini berguna bagi
saudara-saudari yang berkenan membacanya. Makna yang dapat saya ambil dari
refleksi ini adalah pentingnya kemauan saya untuk menjadi terang bagi sesama.
Artinya saya harus terus berjuang membagikan terang melaui kesederhanaan bagi
saudara-saudari yang masih berada dalam kegelapan. Tuhan berkatilah setiap
langkah yang akan saya lakukan kedepan. Amin
Refleksi XIV
Retret Seminarium
Marianum Di Sawiran
21-23 Januari 2012
Hari
pertama
Hari ini saya sangat bahagia, karena
tiba di tempat retret dengan selamat. Retret tahun ini di adakan di
Sawiran-Kab. Pasuruan. Rumah retret yang saya tempati ini di kelola oleh
romo-romo CDD. Sudah lama saya tidak mengikti retret bila di hitung, saya tidak
mengikuti retret komunitas seminari lebih dari satu tahun.
Rupanya saya merindukan sesuatu.
Rasa rindu belum terlalu jelas dan mengawang. Mungkin saya rindu dengan
perubahan hidup, yang lama menjadi baru. Hati dan pikiran saya mengalami
sedikit tekanan dan tidak nyaman. Biarlah rasa tidak nyaman turut mewarnai
retret tahun ini.
Di awal sesi, saya penasaran dengan
suster yang mendampingi retret. Ketika suster tersebut mengenalkan diri secara
lengkap, saya menaruh simpati padanya. Suster tersebut bernama Sr. Rosa Damai
Rahayu, SSPS. Sr. Rosa lahir di Madura dan keluarganya santri. Semasa mudanya
Sr. Rosa sangat ramah dan mudah bergaul. Sebelum masuk biara SSPS, Sr. Rosa
salah seorang tokoh anti kristen di Malang. Selama menghadapi pergulatan hidup
Sr. Rosa mengalami kecemasan dan ada sesuatu yang belum terpenuhi dalam
hidupnya. Sr. Rosa pada suatu saat melihat tayangan Mother Teresa dari kalkuta
di televisi, mulai saat itulah Sr. Rosa terpanggil hidup membiara. Sr. Rosa
berjuang menanggapi panggilan Tuhan hingga sekarang.
Saya sangat terinspirasi dengan Sr.
Rosa. Sebelum menjadi biarawati Sr. Rosa memusuhi Yesus dan sekarang menjadi
pewarta injil Yesus. Melalui pengalaman Sr. Rosa, saya di arahkan untuk
memperbaharui diri. Banyak hal negatif
dalam diri saya, dan harus saya tinggalkan pelan-pelan. Memang tidak semudah
membersihkan papan tulis dan lantai. Tetapi saya yakin melalui perantaraan
Tuhan Yesus Kristus saya bisa melakukannya.
Sekarang saya akan menyelami pribadi
saya dengan kaca mata hati. Hingga saat ini saya masih bangga dan bahagia
dengan panggilan. Rasa bangga dan bahagia muncul disebabkan beberapa faktor.
Pertama, saya terdorong dengan tujuan awal masuk seminari (menanggapi panggilan
Allah). Kedua, saya di dorong dan di semangati banyak orang, melalui doa,
motivasi, dan materi. Saya akan terus berusaha meningkatkan kualitas hidup
dasar saya, melalui kerendahan hati, tekun, semangat, komitmen, solider, dan
terbuka.
Ada beberapa peranan yang saya
lakukan dalam hidup bersama, guna menumbuh kembangkan komunitas dan diri sendiri. Saya menjalin
relasi dengan baik, melalui komunikasi dan budaya yang saling mengingatkan.
Namun banyak kesulitan-kesulitan yang saya alami hingga saat ini. Saya mudah
emosi, sombong, iri hati, dan suka menaruh pikiran jelek pada orang lain. Di
tengah saya mengalami kesulitan, saya di bantu oleh Tuhan. Bantuan tersebut
saya terima melalui doa dan refleksi yang selalu di jawab Tuhan.
Itulah hasil refleksi saya hari
pertama. Semoga apa yang saya peroleh di hari pertama ini, memotivasi saya
untuk memperjuangkan panggilan kudus. Yang melekat dan saya terima dengan
Cuma-Cuma.
Hari
kedua
Acara hari ini sangat penuh, pagi
sampai malam. Acara dimulai dengan bangun pagi dan mandi, berdoa bersama dan
mengikuti perayaan ekaristi. Ada pesan yang saya terima pagi ini, sebagai seorang
seminaris saya harus berjuang mencari titik sentral jati diri saya yang
sesungguhnya. Kemudian, di lanjutkan dengan sarapan pagi dan istirahat sejenak.
Seusai istirahat saya dengan teman-teman harus bergulat dengan materi retret.
Kali ini, saya di arahkan untuk
memahami bejana hidup yang ada dalam diri saya. Ada banyak material yang
terkandung dalam bejana hidup. @ntara lain; kekuatan dasar, kekuatan peranan,
kekuatan tipe, kekuatan pengaruh, dan kekuatan perubahan. Di dalam lima
material masih ada unsur-unsur yang terkandung. Melalui pembahasan materi
retret saya menemukan kekuatan yang ada dalam diri saya.
Kekuatan dasar, dalam kekuatan dasar
saya menemukan kekuatan spiritual, kekuatan sosial, dan kekuatan adversity.
Tiga hal ini, tanpa saya sadari sangat mempengaruhi hidup saya. Kekuatan-
kekuatan inilah yang menopang dan membuat saya bertahan di seminari hingga
sekarang.
Kekuatan peranan, dalam kekuatan
peranan saya menemukan kekuatan memimpin, kekuatan penanggung jawab, dan
kekuatan pengikut. Sungguh proses kehidupan sangat rumit dan detail. Sampai
pada suatu kesempatan saya menemukan dan mengalami kekuatan dari Allah.
Kekuatan tipe, dalam kekuatan tipe
saya menemukan kekuatan melankolis. Sejak dahulu saya hidup dalam keluarga dan
lingkungan yang sederhana dan tenang. Dan sekarang sangat namapak dalam
kepribadian saya.
Kekuatan pengaruh, dalam kekuatan
pengaruh saya menemukan kekuatan spiritual, kekuatan reflektif, kekuatan
seni-budaya, kekuatan akademis, dan kekuatan sosial masyarakat. Empat kekuatan
ini saya dapat sejak menempuh pendidikan di seminari marianum. Dan hingga
sekarang saya terus memperjuangkanya.
Kekuatan berubah, saya merindukan
perubahan. Dengan diri sendiri maupun bersama-sama. Dengan harapan, saya
semakin bertumbuh kembang dalam sendi –sendi kehidupan.
Seusai pembahasan materi dan
permenungan dalam kelompok, saya mengikuti makan siang bersama. Setelah makan
siang ada acara, namanya perjalanan menuju emaus. Saya di beri kesempatan
berjalan-jalan hingga pukul tiga sore, kebetulan saya berpapasan dengan Deby.
Saya dan Deby memutuskan jalan-jalan dengan jarak jauh. Di tengah perjalanan
saya ingin numpang pickup, namun tidak ada satu orang pun yang mau memberikan
tumpangan. Saya dan Deby memutuskan terus berjalan sambil ngobrol kesana-kemari,
sekalipun badan terasa capek dan lemas. Tepatnya di pertigaan jalan raya, saya
melihat papan bertuliskan “INDOMART”. Rencanya saya akan membeli mie gelas dan
kopi. Rasanya jarak yang saya tempuh semakin jauh dan saya sangat kecewa karena
indomart tidak kunjung saya temukan. Kebetulan ada pemuda di pinggir jalan, dan
saya menanyakan jarak indomart apakah masih jauh. Rupanaya indomart masih dua
kilo lagi. Saya semakin lemas dan patah semangat. Melihat perjalanan sangat
jauh saya mengajak Deby untuk pulang.
Saya sangat kawatir karena hari
semakin sore. Melihat banyak mobil, sepeda motor, truck, dan pickup, saya
mempunyai inisiatif untuk numpang. Kurang lebih tiga puluh menit mencari
tumpangan, namun tidak ada satu orang pun yang mau menolong dan memberikan
tumpangan. Saya dan Deby terpaksa jalan kaki kembali menuju rumah retret.
Selama perjalanan pulang saya semakin kawatir karena hari semakin sore dan
situasi hujan.
Pengalaman perjalanan emaus ini,
mengungkapkan bahwa perjuangan itu sangat penting dan tidak sekedar
menggantungkan diri pada orang lain.
Untuk acara malam hari ini sharing
bersama, nonton film, dan dilanjutkan dengan istirahat malam. Sungguh hari ini
saya sangat bersyukur, bisa menjalani hidup bersama teman-teman. Saya
mendapatkan pengetahuan, pengalaman, kegembiraan, dan sesuatu yang positif.
Rasanya hidup ini sangat berarti dan indah sekali.
Hari
ketiga
Acara hari ini di awali dengan senam
pagi. Badan saya terasa kaku, sudah satu minggu tidak olahraga. Sejuknya udara
pagi dan keceriaan hati membuat suasana jiwa dan raga hidup. Seusai pemanasan,
saya bersama komunitas seminari berjalan menyusuri perkampungan. Jalan
berbatu-batu dan terjal. Teringat situasi jalan menuju rumah saya yang
berbatu-batu, sebelum di bangun. Namun bukanlah suatu persoalan bagi saya.
Langkah demi langkah saya ayunkan
dengan gembira. Sambil melihat warga melakukan aktivitas pagi hari. Ada yang
mencari rumput, menambang pasir, masak, berjualan, membersihkan kendaraan
bermotor, sekolah, mengolah susu perah, dan masih banyak hal lain yang di
lakukan. Jalan yang saya lalui jauh dan melelahkan. Namun rasa lelah terhapus
kegembiraan yang muncul dan membakar hati.
Seusai jalan sehat, di lanjutkan
dengan sarapan pagi dan bersih diri. Tidak terasa sudah hampir tiga hari saya
berada di tempat retret. Rasanya tidak mau pulang dan ingin berlama-lama lagi
di tempat retret. Rencananya siang nanti saya dan komunitas seminari akan
meninggalakan tempat retret. Sebelum pulang ada tiga acara yang harus saya
ikuti dengan baik. Pertama, tentang pemantapan materi dan membuat komitmen
angkatan. Kedua, perayaan ekaristi sebagai ucapan syukur lancarnya retret.
Ketiga, makan siang bersama dan sayonara.
Kurang lebih selama menikuti retret,
saya termotivasi untuk melakukan pembaharuan diri. Dari segi berfikir,
berbicara, dan bertindak. Banyak kekurangan dan kelebihan dalam diri saya. Saya
juga di sadarkan untuk tetap komitmen menjalani panggilan hidup ini. Saya juga
di tuntut untuk mau rendah hati mengikuti proses formatio di seminari. Sekalipun
badai silih berganti, totalitas dan kesungguhan untuk menghadapi badai akan
saya perjuangkan terus menerus. Semoga melalui refleksi ini, saya semakin
berkembang dalam iman dan panggilan. Amin
Refleksi XV
Youth Cristian Caracter
Building
Desela-sela liburan seminari, saya
mengikuti kemping rohani dekenat selatan Malang. Kemping rohani diadakan
tanggal 4-6 Juli 2011 di Jedong-Malang. Saya beserta rombongan OMK berangkat
dari Paroki Lodalem menuju Jedong-Malang pukul 12.00 WIB. Perjalanan terasa
menyenangkan, dengan indahnya alam dan lorong-lorong perkotaan. Saya bersama
rombongan tiba di tempat kemping pukul 15.00 WIB.
Saya
beserta rombongan mengikuti registrasi dan pemeriksaan seperlunya, berkaitan
dengan tata tertib kemping rohani. Proses registrasi dilanjutkan dengan
istirahat dan bersih diri. Tepat pukul 16.00 WIB, acara kemping rohani diawali
dengan sosialisasi acara dan tata tertib diruang acara. Saya sedikit cangguh
bergaul dengan rekan-rekan OMK, karena 3 tahun hidup di seminari dan jarang
pulang. Rasa cangguh ini harus saya buang, karena saat ini adalah kesempatan
untuk melepas rasa penat, berkreasi, dan berelasi.
Acara
dilanjutkan dengan seminar tentang kepemimpinan dan organisasi. Pembicaranya
sangat semangat menyampaikan materi. Setelah mengikuti sesion pertama,
tiba-tiba muncul pertanyaan dalam diri saya. Apakah menjadi pelayan Tuhan dan
sesama harus melalui organisasi?, bukankah itu hanya salah satu dari sekian
banyak pilihan.
Seusai
seminar kami makan malam bersama. Namun waktunya sangat singkat, saya tidak
nyaman dalam kondisi seperti ini. Lebih membosankan lagi, acara dilanjutkan
dengan seminar. Saya kurang menikmati seminar, karena monoton. Rupanya malam
mulai larut, kini kami membaringkan diri dan tidur.
Sepanjang
hari ini, saya merenungkan bahwa setiap peristiwa harus dinikmati dan
disyukuri. Sekalipun peristiwa tersebut, membuat suasana jiwa dan raga tidak
nyaman. Untuk itulah saya harus berani belajar menghadapi realita kehidupan.
Hari
ini adalah hari kedua, acara hari ini diawali dengan jalan sehat dan senam
pagi. Saya mengeluh, karena oto-otot saya dipaksa dilenturkan. Tampak bahwa
saya tidak suka olahraga. Saya tidak tahan, apalagi senam tidak selesai-selesai
dan membosankan. Kira-kira pukul 08.00 WIB kami sarapan. Seusai makan saya
segera bersih diri, karena acara akan dimulai lagi. Saya langsung menggabungkan
diri di ruang acara, membicarakan PENSI kelompok. Saya bersama kelompok segera
berunding dan membuat kesepakatan. Hasil perbincangan, kelompok saya akan
menampilkan teater kontenporer dengan tema “malin kundang”.
Hari
sudah siang, kami semua beranjak ke ruang makan untuk melepas rasa lapar kami.
Setelah makan siang, saya istirahat sambil merenung. Tiba-tiba saya terbangun,
rupanya hari sudah sore. Saya segera bersih diri, karena sudah ditunggu
kelompok untuk latihan teater. Latihan berlangsung tertib dan lancar, artinya
nanti malam kelompok saya siap tampil.
Saking
asiknya latihan, tidak terasa sudah petang dan perut kami memanggil-manggil
minta jatah makanan. Selama makan saya terus membayangkan penampilan teater
kelompok saya. Setelah makan malam, kami menuju halam besar mengawali PENSI
dengan menyalakan api unggun.
Hati
saya semakin berdebar-debar, karena kami harus tampil. Bermodalkan percaya
diri, kelompok saya tampil maksimal. Saya sangat salut dengan OMK dekenat
selatan Malang, mereka antusias mempersiapkan dan mengikuti acara ini. Acara
PENSI terus berlanjut, saya duduk bersama OMK dari paroki lain, dan disitulah
kami berbagi pengalaman. Banyak hal saya dapatkan, pertama “masa remaja adalah
masa mencari jati diri”, kedua “relasi sangat penting di zaman sekarang”.
Setelah
puas berbagi pengalaman, saya istirahat membaringkan diri dan tidur. Sebelum
memejamkan mata, saya mengucap syukur atas nafas kehidupan hari ini.
Refleksi XVI
Temu Seminari Regio
Jawa-Bali 2011
Para
seminaris yang tergabung dalam Paguyuban Seminari Regio Jawa-Bali, ditantang
untuk berani menghayati spiritualitas pelindung seminari mereka masing-masing.
“Kalau
ingin tetap tingal di seminari menjadi seminaris tentukan spiritualitas apa
yang Anda pilih. Pilih spiritualitas yang benar-benar ingin Anda hidupi, dan
peluk sampai mati,” kata Pastor Agustinus Setyodarmono, SJ kepada 280 seminaris
yang mengikuti temu seminaris regio Jawa-Bali di Seminari ‘Petrus Kanisius’, Mertoyudan,
Magelang, 22 Juni.
Pertemuan
yang berlangsung pada 20-23 Juni dan diikuti oleh siswa Seminari ‘Petrus
Kanisius’ Mertoyudan, Seminari Wacana Bakti (Jakarta), Seminari Stella Maris
(Bogor), Seminari ‘Vincentius a Paulo’ (Surabaya), Seminari Marianum (Malang)
dan Seminari Roh Kudus (Denpasar). Sedangkan siswa Seminari ‘Cadas Himat’,
(Bandung) berhalangan hadir.
Pastor
socius Novisiat Jesuit Girisonta itu juga menantang para seminaris agar berani
memberi arti pada panggilannya untuk menjadi imam dengan kesadaran yang tinggi.
Ia
juga mengingatkan empat unsur yang mesti dikelola dengan baik oleh para
seminaris, yaitu kepala, hati, seks dan tangan.
“Kalau
ingin menjadi imam yang baik maka sejak di seminari para seminaris harus bisa
menggunakan kepalanya (otaknya) untuk berpikir yang baik dan benar, bisa
menggunakan hatinya untuk mencintai umat dan sesamanya, bisa mengendalikan seks
dengan baik, serta bisa menggunakan tangannya untuk berbuat sesuatu atau untuk
menolong,” kata pastor yang sering dipanggil Pastor Nano.
Menurut
Pastor Antonius Saptanahadi Pr, Pamong Seminari ‘Petrus Kanisius’, Mertoyudan,
pertemuan kali ini bertujuan untuk menyemaikan benih-benih kolegialitas para
calon imam.
“Biar
para seminaris, dari seminari mana pun, kelak kalau sudah menjadi imam
hendaknya tetap berada dalam kerangka kerja sama untuk membangun Gereja
Indonesia. Juga agar para seminaris
menyadari bahwa dalam perjalanan menjalani panggilan imamat ini mereka tidak
sendirian,” kata Pastor Antonius.
Satu hati, satu tekad,
dan satu panggilan
Kegiatan
ini diadakan di Seminari St. Petrus Kanisius Mertoyudan tanggal 20-23 Juni
2011, bertepatan dengan peringatan 100 tahun Seminari Mertoyudan yang jatuh
pada 2 Juni 2012. Kegiatan yang bertemakan: Satu Hati, Satu Tekad dan Satu
Panggilan ini diikuti oleh 217 seminaris dan 45 pendamping dari 6 seminari
menengah se-Jawa Bali. Keenam seminari menengah tersebut adalah: Seminari
Wacana Bhakti Jakarta, Seminari Stella Maris Bogor, Seminari St. Petrus Kanisius
Mertoyudan, Seminari St. Vincentius a Paulo Garum, Seminari Marianum
Probolinggo, dan Seminari Roh Kudus Tuka Bali.
Mgr.
Domi mengajak para seminaris (formandi) dan pendamping (formatores) sekalian
untuk belajar dari sosok Abraham, yang setelah dicobai begitu rupa namun tetap
setia kepada Tuhan. Panggilan Abraham adalah sebuah “panggilan terlambat”
karena baru pada usia 76 tahun ia dipanggil Tuhan meninggalkan rumah, keluarga
dan tanah airnya menuju suatu tempat yang ditentukan Tuhan. Namun tidak ada kata
terlambat dalam kamus Tuhan. Ketika dipanggil Abraham hanya membawa tenda-nya
(shekinah-Ibrani) yang mudah dibuka pasang. Sebuah symbol kerapuhan dan
kesementaraan (impermanensi) hidup kita.
Kita semua perlu merenungkan kembali apa saja yang dibawa ketika masuk
ke seminari pertama kali. Barang-barang apa saja yang kita nyatakan berharga
dan perlu bagi hidup kita?
Dalam
malam keakraban, Rm. Saptana, Rm. Wanta, Rm. Cahyono dan Mgr. Domi menggaungkan
kembali harapan gereja agar para Seminaris perlu menyiapkan diri dengan
sunggth-sungguh untuk menjadi imam-imam harapan Gereja. Embrio kolegialitas di
antara para imam dapat diusahakan sejak masih di bangku seminari menengah. Satu
hati di dalam Yesus Kristus, Satu Tekad untuk Imamat yang mulia, dan Satu Panggilan
untuk berkarya di kebun anggur Tuhan kiranya bukan sekedar slogan kosong,
tetapi sesuatu yang perlu dikonkritkan dalam perjuangan selanjutnya.
Hari
kedua 21 Juni 2011 ini dipadati dengan kegiatan kunjungan ke Museum Misi dan
ziarah ke Makam Kerkoff Muntilan. Para
seminaris tidak saja bersentuhan dengan sejarah masa lalu karya misi penting di
tanah Jawa tapi juga belajar dari keuletan dan ketekunan para tokohnya. Sebut
saja Rama Van Lith, Rama Sanjaya, dan tokoh-tokoh awam. Para seminaris diajak
untuk mengenal dekat para misionaris dan semangatnya di keuskupannya
masing-masing.
Selanjutnya
para seminaris diantar ke desa Sumber, lereng Gunung Merapi. Rombongan diajak
menyusuri sungai berbatu dan berpasir berbentuk jurang yang memanjang. Para
Seminaris diantar untuk belajar dari ketangguhan masyarakat Sumber yang menjadi
korban letusan Merapi pada Oktober dan November 2010 lalu. Kesaksian iman umat
Kristiani di Gubuk Sela Merapi (GSM) bahwa bencana ini juga sebuah berkah bagi
kebersamaan, solidaritas, dan persaudaraan di antara mereka dengan
saudara-saudaranya yang non kristen. Di hadapan derita paksa alam, kita
hanyalah makhluk kecil nan rapuh, dan di situ orang mudah menjadi saudara satu
sama lain.
Bagian
akhir dari kegiatan outing ini adalah kunjungan ke Candi Borobudur. Setelah
kurang lebih 20 menit menyaksikan klip tentang sejarah penemuan dan pemugaran
Candi Borobudur, rombongan dibagi menjadi tiga group ditemani oleh tiga
pemandu. Kami diantar Pak Wandi untuk menyusuri satu demi satu relief-relief di
dinding candi. Begitu mengesan sekali penjelasannya. Tour berakhir di Museum
Karmawibhangga: museum kapal Pinisi. Pelajaran yang ingin ditekankan dalam
kegiatan ini adalah bagaimana kita memaknai sejarah yang ada di sekitar kita.
Kultur adiluhung, spiritualitas mondial, dan arsitektural yang mumpuni jadi
warisan bangsa yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Hari
ketiga 22 Juni 2011 ini diisi dengan sharing kekhasan spiritualitas
masing-masing seminari, spiritualitas pelindung atau pendiri. Para Seminaris diajak
untuk belajar juga dari spiritualitas Petrus Kanisius selaku pelindung Seminari
Mertoyudan. Bagaimana gaya dan semangat hidup Petrus Kanisius, apa yang bisa
dipetik dan dihayati oleh orang-orang muda dewasa ini? Itulah mata rantai
kegiatan hari ini.
Pada
sore hari diadakan olah raga bersama. Mulai dari sepak bola, futsal, basket,
voli, dan pingpong. Kegiatan yang dimaksudkan untuk memperbanyak kebersamaan
dan persaudaraan.
Malam
hari diisi dengan kegiatan pentas seni (pensi). Seminari Wacana Bhakti menegaskan
dirinya sebagai kampiun orchestra; Seminari Bogor mengeluarkan drama dan box
music; Seminari Mertoyudan menampilkan Sendratari Kisah Petrus Kanisius;
Seminari Garum mempragakan puisi teatrikal; Seminari Marianum menyuguhkan drama
Minakjinggo; dan Seminari Tuka mengeluarkan tari majejangeran. Keragaman dan
kekhasan masing-masing daerah begitu menonjol sebagai buah kreativitas para
seminaris. Kesatuan tergambar dari antusiasme para seminaris mengapresiasi
penampilan teman-teman mereka dari seminari lain.
Refleksi XVII
Tujuh Pilar Kehidupan
Refleksi XVIII
Puisi
***Ungkapan
Hatiku***
Tuhan...
Dikau
memanggil hambamu yang hina ini
Yang
sering menodai namamu
Dengan
berbagai macam tingkah laku
Bila engkau berkenan
Aku akan berjuang
Menjadi misionaris fransiskan
Mewartakan kesaksian hidupmu
Aku
juga mohon berkatmu
Agar
proses formatio ini
Dapat
akau jalani dengan baik
Guna
mempersiapkan hari depanku
Aku dihadapkan banyak tantangan dan
pilihan
Sebagai
muridmu
Aku
akan memilih jalan hidup yang terbaik
Bagi
Gereja dan masa depanku
Tuhan
pergulatan hidupku masih panjang
Aku
ingin mengisi dan memaknai
Ingatkanlah
aku bila aku salah
Tariklah
aku, bila aku berdosa
Tanamkanlah semangat injilmu
Aku akan mengenang selalu
Dan menjadikan dasar
Untuk ke depan. Amin
Oleh:
Yohanes Wahyu Prasetyo
Sawiran,
22 januari 2012
***Berharap***
Tuhan
aku merasakan dinginya malam
Lantunan
lagu syukur menemaniku
Saudara-saudaraku
ada di sampingku
Berkumpul
dalam naungan kasihmu
Aku takut akan noda dosa
Tapi aku sering berbuat salah
Tuhan aku sadar aku manusia lemah
Raupan
wajahmu menyinari hatiku
Bagaikan
lentera yang menerangi kegelapan
Demikian
dikau menerangi hambamu
Yang
lemah dan hina ini
Tuhan...
Mungkin itulah saat yang tepat
Setelah sekian lama aku mengabaikan
Tuhan aku ingin kembali padamu
Oleh:
Yohanes Wahyu Prasetyo
Sawiran,
22 januari 2012
***Pilihan
dan Keputusan***
Aku
akan mewarnai hidupku dengan prestasi
Aku
akan membuat management diri yang kuat
Aku
akan menjadi pemimpin yang benar-benar memimpin
Aku
akan mengarahkan hidupku sebagai calon imam. Didasari doa, disiplin, belajar
Aku
akan tegas dengan keputusanku
Aku
akan menjadi misionaris fransiskan
Oleh:
Yohanes Wahyu Prasetyo
Sawiran,
22 januari 2012
***Terima
Kasih***
Tuhan
terima kasih
Engkau
menciptakan aku
Melalui
perpaduan kasih
Antara
ayah dan ibu
Aku dididik dan dibesarkan
Aku di sekolahkan dan diberi makan
Aku mendapat kasih sayang
Aku merasa bahagia hingga Sekarang
Banyak
orang terlibat dalam hidupku
Tanpa
mereka
Diriku
tidak terlukis
Seperti
bejana ini
Oh Tuhan...
Terima
kasih
Dikau mengirimkan banyak orang
Demi kebahagiaan diriku
Kini
aku sadar
Aku
harus berubah
Meninggalkan
cara hidup lama
Dan
mengenakan hidup baru
Oleh:
Yohanes Wahyu Prasetyo
Sawiran,
22 januari 2012
***Terbuka
Untuk Tuhan***
Jiwaku
terbuka untuk-Mu Tuhan
Dengan
rela kuserahkan diriku untuk-Mu
Kan
kukenang nama-Mu dihatiku
Kan
kumuliakan Dikau sepanjang waktu
TUHAN...TUHAN...
Tariklah aku bila aku menghindari
persaudaraan
Ingatkanlah aku bila aku menyakiti
saudaraku
Tamparlah aku bila aku menyakitimu
Tuhan,
singkapkanlah semua masalah yang terselubung pada diriku
Supaya
aku tenang
Supaya
aku layak dihadapan-Mu
Untuk
sekarang dan selama-lamanya. Amin
Oleh:
Yohanes Wahyu Prasetyo
Probolinggo,
7 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar